Islam telah memuliakan wanita. Tetapi mengapa mereka masih silau dengan pola kehidupan Barat?
Ada kisah nyata yang mengesankan. Pada abad 13, seorang kaisar kerajaan Romawi, Frederick II, mengadakan eksperimen. Ia ingin mengetahui apakah bahasa yang akan digunakan anak-anak, bila kepada mereka tidak diajarkan bahasa apapun pada tahun pertama kehidupan mereka.
Ia memilih beberapa bayi dan merawatnya dalam suatu tempat yang khusus. Bayi-bayi itu dipelihara sebagaimana layaknya: dimandikan, dirawat dan disusui. Tetapi tidak seorang pun diperbolehkan berbicara, bersenandung atau menyanyikan lagu pengantar tidur buat mereka. Penelitian ini tidak membuahkan hasil, karena semua anak meninggal secara misterius, dan eksperimen ini tidak diulang kembali.
Bayi-bayi yang malang. Mereka meninggal karena ada hal sangat penting yang tidak didapatkannya. Ini bukti bahwa tanpa orangtua yang benar-benar sayang dengan tulus ikhlas dalam mencurahkan kasih sayang, merawat, mengasuh, memelihara dan mendidik diawal masa kehidupannya, membuat mereka tidak bisa bertahan hidup.
Sembilan bulan sepuluh hari dalam kandungan, kemudian merawat, menyusui dan menyapihnya selama dua tahun menjadikan ibu adalah orang yang terdekat dengan bayi di awal-awal kehidupannya. Dengan bahasa, ibu mengungkapkan kasih sayang. Kelembutan suaranya membuat bayi berkembang begitu pesat. Kecupan halus dan suara ibu yang mengasihinya membuat jiwanya hidup, kecerdasannya terasah sehingga terbukalah pintu kehidupan dunia baginya.
Semakin besar ketulusan dan pengharapan ibu untuk kebaikan anaknya, semakin bermakna setiap tetes air susu yang dipancarkan untuk hati, jiwa otak dan tubuh anak. Begitu berharganya, begitu tingginya harga kasih sayang seorang ibu kepada anaknya, sehingga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW) menempatkan ibu sebagai orang yang pertama yang layak di hormati.
Imam Bukhari menceritakan, seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW dan bertanya, ”Wahai Rasulullah, siapakah orang yang berhak aku hormati?” Rasulullah menjawab, ”Ibumu.” Jawaban itu diulang hingga tiga kali. Baru berikutnya Rasulullah SAW menyebut bapak sebagai orang yang harus dihormati.
Kisah di atas hanya salah satu dari penghargaan yang tinggi dari Islam terhadap kaum wanita sebagai seorang ibu. Wanita mendapat kedudukan terhormat dalam Islam. Lalu apa yang membuat sebagian wanita kita merasa silau dengan kehidupan Barat yang dulu nyata-nyata sangat merendahkan derajat wanita?
Pandangan Keliru
“……Perempuan adalah Hawa dan sekaligus Maria Sang Perawan Suci. Ia adalah idola, pelayan, sumber kehidupan dan juga kekuatan kegelapan. Ia adalah dukun penyembuh dan juga tukang santet, ia adalah mangsa laki-laki, tetapi laki-laki juga jatuh karena dia. Perempuan adalah segala yang tidak di miliki laki laki dan segala yang dirindukannya. Perempuan adalah penafian laki-laki dan sekaligus raison d’etre (sebab keberadaan)-nya.”
Sepenggal kutipan di atas adalah ucapan tokoh perempuan di balik gerakan eksistensialisme, Simone de Beauvoire. Ia menulis dengan sinis tentang bagaimana perempuan dimitoskan sebagai gender kelas dua, the second sex. Karena eksistensi perempuan didefinisikan oleh apa yang dilakukan, maka perilaku perempuan dimitoskan sebagai ’misterius.‘
Sigmund Freud yang pernah memuji ibunya sebagai pembentuk kepribadiannya berkata, ”Pertanyaan besar yang tak pernah terjawab, dan yang tidak bisa saya jawab, walaupun saya telah melakukan penelitian tentang jiwa perempuan selama tiga puluh tahun, adalah ‘apa sebetulnya yang di inginkan wanita?”
Pandangan sebagian tokoh tentang keberadaan wanita ini jelas merendahkan wanita. Dari ungkapan itu juga mengisyaratkan bahwa begitulah penghargaan mereka terhadap kaum wanita. Peradaban yang mereka katakan lebih mulia dari Islam ternyata menyimpan anggapan dan perlakuan yang menomorduakan kaum wanita.
Harga Tinggi Ketaatan
Islam agama mulia. Tidak ada perbedaan derajat di antara manusia, apakah itu wanita atau pria. Yang membedakan keduanya adalah derajat ketakwaan.
”Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang Muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatan, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut nama Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Surat Al-Ahzab [33]: 35).
Kalaupun ada perbedaan hukum dalam Islam, itu dikarenakan fungsi dan tugas mereka masing-masing yang berbeda sehingga menuntut aturan yang jelas. Misal tentang batas aurat laki-laki, pembagian harta waris yang menentukan laki-laki lebih banyak dari wanita (karena tugas laki-laki yang harus memberi nafkah keluarga).
Tetapi harus diakui, sekarang ini kondisinya sangat berat bagi wanita beriman. Godaannya begitu berat. Agar bisa bertahan, seorang wanita beriman membutuhkan sikap tegas.
Namun perjuangan berat wanita untuk tetap istikamah menjalankan agama, sebanding dengan pahala yang disediakan. Ummu Salamah istri Rasulullah SAW pernah bertanya kepada Rasulullah, ”Manakah yang lebih mulia, Ya Rasul Allah, perempuan dunia inikah atau bidadari di surga?”
Rasulullah SAW menjawab, ”Perempuan dunia lebih mulia dari bidadari laksana lebih mulia pakaian luar dari pada pakaian dalam!” (kitab Hadil Arwah, oleh Ibnu Qayim Al Jauziyah).
Tentu saja, sebab wanita di dunia akan masuk surga karena amalnya: shalatnya, salihnya, kesetiaannya kepada suami, curahan kasih sayangnya dan pengorbanannya buat keluarga dan anak-anaknya. Sedang bidadari mendapat tempat di surga dengan tidak mengetahui betapa tinggi nilai tempat yang didiaminya itu, karena ia tidak mendapatkan dengan jerih payah dan perjuangan.
Lalu nikmat mana yang kamu pertanyakan? Kedudukan tertinggi manakah yang akan engkau capai wahai wanita? Islam telah memberikan tempat yang begitu tinggi dan mulia.
(Wawancara)Ibu Sri Lestari
0 Comments