Advertisement

Responsive Advertisement

AROMA BAKERY MEMBUAT ORANG BERJIWA MENOLONG?


Hampir setiap kali pulang kantor saya terhenti dilampu merah samping Sarinah, tepat didepan warung sate terbuka yang selalu sedang mengipas-ngipas tungku  dan menyebarkan bau semerbak daging kambing bakar. Tidak keberatan rasanya berlama-lama disitu sambil menghidu, mengamati gerak-gerik para pengunjung menggigit dan menarik tusuk sate seperti sedang mencabut pedang dari sarungnya. Chk..Ssst! Mak nyuss. Ngiler betul. Ingin sekali meriung menikmati sate kambing dan teh panas manis bersama mereka sambil nampang ditonton orang banyak. Aroma daging kambing bakar disitu memang benar-benar merangsang selera sampai-sampai lampu sudah hijau pun tak nampak kalau tidak tiba-tiba klakson mobil dibelakang mengagetkan telinga. Seandainya kita bisa mengekstrak aroma itu pasti esensnya berkhasiat tidak sekedar untuk merangsang nafsu makan tetapi mungkin sebagai aroma terapi untuk membangkitkan semangat, menenangkan jiwa atau menjaga stamina. Siapa tahu!

Apakah kemungkinan itu ada benarnya barang sedikit? Melalui Penelitian barangkali? Tetapi siapa yang mau membiayai penelitian konyol dan mengada-ada seperti ini? Atau pernah ada penelitian serupa tentang dampak aroma makanan terhadap perilaku manusia, meskipun bukan sate kambing?

Dalam Huffington Post 5 November yang lalu Sarah Medina menulis tentang hasil penelitian tentang dampak aroma roti yang baru dipanggang.

Para peneliti di Universitas Southern Brittany di Perancis menyimpulkan bahwa orang ramai yang sedang lewat didepan toko roti yang mengeluarkan aroma semerbak cenderung lebih peduli dan bersedia membantu orang lain. Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa bau yang menyenangkan menjadikan mood seseorang lebih baik; tetapi dalam penelitian terbaru ini ditemukan hubungan yang kongkrit antara aroma itu dengan perbuatan baik. Sejumlah relawan direkrut, sebagian diminta untuk berdiri didepan toko roti dan sebagian lain didepan sebuah butik pakaian. Seorang dari mereka diminta berjalan beberapa meter didepan orang yang sedang lewat dan supaya berpura-pura menjatuhkan sarung tangan, dompet atau sejenisnya dan relawan lain mengamatinya dari jarak agak jauh. Dari pengamatan yang katanya diulang sampai 400 kali itu disimpulkan bawha ketika relawan didepan bakery itu pura-pura menjatuhkan barangnya, 77 % dari orang yang berjalan dibelakangnya berusaha untuk mengambilkan barang yang jatuh itu dan mengembalikan kepadanya. Sementara mereka yang didepan butik hanya 52% yang peduli.

Salah seorang peneliti mengatakan, bukti-bukti itu "menunjukkan bahwa, secara umum, bantuan spontan ditawarkan lebih ditempat dimana bau persekitarannya menyenangkan. Penelitian ini menegaskan peran aroma makanan terhadap kesediaan untuk membantu orang lain (altruisme)." Mungkin ada benarnya bahwa pesona aroma sate yang sedang dibakar mujarab sebagai aroma terapi. Saya lebih suka memberi pengemis ketika terhenti didepan warung sate ketimbang ketika dekat selokan yang berbau busuk. Saya kira para pengemis pun tahu. Tetapi dengarlah komentar salah seorang pembaca tulisan Sarah Medina yang bertanda “like” lebih dari 2000 orang itu: “Saya sama sekali tidak percaya!” Kebanyakan komentar lainnya pun menanggapinya dengan tidak serius.

Hubungi Penulis