Bermegah-megah telah
melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam kubur. Jangan begitu, kelak kamu
akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu). Dan jangan begitu, kelak kamu akan
mengetahui. Jangan begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin.
Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim. Dan sesungguhnya kamu akan
melihatnya dengan ainul yaqin. Kemudian kamu pasti akan ditanya pada hari itu
tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia). (QS At-Takatsur)
Empat belas abad yang lalu di sebuah kota yang sekarang disebut Madinah, dua
buah kelompok massa, Bani Harits dan Bani Haritsah, saling unjuk kekuatan untuk
menentukan siapa yang paling hebat dan pantas memperoleh supremasi dalam bidang
sosial, ekonomi, dan politik.
Perseteruan mereka sudah sedemikian memuncak, sampai-sampai untuk membuktikan
bahwa merekalah kelompok dengan pendukung terbanyak, mereka pergi ke kuburan
untuk menghitung anggota mereka yang sudah mati dan memasukkannya ke dalam
kalkulasi. "Alhakum at-takatsur" (Kalian telah dilalaikan oleh
bermegah-megahan). Demikian komentar Alquran tentang peristiwa itu. Alquran
berkali-kali menegaskan agar manusia tidak terjebak dalam perbuatan tersebut,
dan mengancam pelakunya dengan neraka.
Dalam pandangan Alquran peristiwa seperti itu adalah peristiwa yang patut
disesalkan karena dapat menyulut kebencian, dendam, dan pertikaian horizontal,
serta merupakan biang kehancuran umat manusia. Peristiwa tersebut sengaja
diabadikan dalam Alquran karena sifatnya yang universal. Bisa terjadi kapan
pun, di manapun dan oleh siapa pun. Bahkan bisa saja terjadi saat ini, di sini,
di negeri ini, dan bisa jadi pelakunya adalah kita sendiri.
Tapi benarkah penyakit at-takatsur itu sedang berjangkit di negeri ini? Kita
berharap mudah-mudahan saja tidak. Hanya saja seandainya benar, maka
tanyakanlah pada diri kita sendiri, kapan akan berhenti? Apakah kita baru akan
berhenti setelah kita mati sebagaimana yang disindir Alquran, ataukah kita akan
menghentikannya saat ini juga, sebelum bangsa ini hancur-lebur karena rakyat
dan terutama pemimpinnya terkena penyakit at-takatsur, yakni sering unjuk gigi,
tapi tidak mempunyai hasil kerja yang berarti.