Showing posts with label Pernikahan. Show all posts
Showing posts with label Pernikahan. Show all posts

Suami Istri - Pernikahan - Perceraian

"Kaum lelaki itu adalah pemimpin-pemimpin atas kaum wanita - isteri- isterinya, kerana Allah telah melebihkan sebahagian mereka dari yang lainnya, juga kerana kaum lelaki itu telah menafkahkan dari sebahagian hartanya. Oleh sebab itu kaum wanita yang shalihah ialah yang taat serta menjaga dirinya di waktu ketiadaan suaminya, sebagaimana yang diperintah untuk menjaga dirinya itu oleh Allah." (an-Nisa':34)

Pergaulan Suami & Istri
1. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jikalau seseorang lelaki mengajak isterinya ke tempat tidurnya, lalu isterinya itu menolak, kemudian suami itu bermalam dalam keadaan marah, maka isterinya itu dilaknat oleh para malaikat sehingga waktu paginya." (Muttafaq 'alaih)

2.Dari Abu Hurairah r.a. bahawsanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidak halallah bagi seseorang isteri kalau ia berpuasa, sedangkan suaminya menyaksikan - yakni ada di rumah - melainkan dengan izin suaminya tersebut. Juga tidaklah dianggap sudah mendapat izin kalau ia dalam rumah suaminya itu, kecuali izin suaminya sendiri." (Muttafaq 'alaih)
3.Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:"Jikalau seseorang lelaki mengajak isterinya ke tempat tidurnya, tetapi isteri itu tidak mendatangi ajakannya tadi, lalu suami itu menjadi marah pada malam harinya itu, maka para malaikat melaknati - mengutuk - isteri itu sampai waktu pagi." (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim yang lain lagi, disebutkan demikian: "Rasulullah s.a.w. bersabda:"Apabila seseorang isteri meninggalkan tempat tidur suaminya pada malam harinya, maka ia dilaknat oleh para malaikat sampai waktu pagi."
Dalam riwayat lain lagi disebutkan sabda Rasulullah s.a.w. demikian:
Demi Zat yang jiwaku ada di dalam genggaman kekuasaanNya, tiada seseorang lelaki pun yang mengajak isterinya untuk datang di tempat tidurnya, lalu isteri itu menolak ajakannya, melainkan semua penghuni yang ada di langit - yakni para malaikat - sama murka pada wanita itu sehingga suaminya rela padanya - yakni mengampuni kesalahannya."
4. Dari Abu Hurairah r.a. pula bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:"Tiada halal - yakni haram - bagi seorang isteri untuk berpuasa - sunnat - sedangkan suaminya menyaksikan - yakni ada, melainkan dengan izin suaminya itu dan tidak halal mengizinkan seseorang lelaki lain pun untuk masuk rumahnya - baik lelaki lain mahramnya atau bukan, kecuali dengan izin suaminya." (Muttafaq 'alaih)
5. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w. sabdanya:"Semua orang dari engkau sekalian itu adalah pemimpin dan semuanya saja akan ditanya perihal pimpinannya. Seorang amir - pemerintah - adalah pemimpin, orang lelaki juga pemimpin pada keluarga rumahnya, orang perempuan pun pemimpin pada rumah suaminya serta anaknya. Maka dari itu semua orang dari engkau sekalian itu adalah pemimpin dan semua saja akan ditanya perihal pimpinannya." (Muttafaq 'alaih)
6. Dari Abu Ali, iaitu Thalq bin Ali r.a. bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:"Jikalau seseorang lelaki mengajak isterinya untuk keperluannya - masuk ke tempat tidur - maka wajiblah isteri itu mendatangi - mengabulkan - kehendak suaminya itu, sekalipun di saat itu isteri tadi sedang ada di dapur."Diriwayatkan oleh Imam-Imam Tirmidzi dan an-Nasa'i dan Tirmidzi berkata bahawa ini adalah Hadis hasan.
7. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Andaikata saya boleh menyuruh seseorang untuk bersujud kepada orang lain, nescayalah saya akan menyuruh isteri supaya bersujud kepada suaminya."Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahawa ini adalah Hadis hasan shahih.
8. Dari Ummu Salamah radhiallahu 'anha, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:"Mana saja wanita yang meninggal dunia sedang suaminya rela padanya - tidak sedang mengkal padanya, maka wanita itu akan masuk syurga."Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahawa ini adalah Hadis hasan.
9. Dari Usamah bin Zaid radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w., sabdanya:"Saya tidak meninggalkan sesuatu fitnah sepeninggalku nanti yang fitnah itu Iebih besar bahayanya untuk dihadapi oleh kaum lelaki, Iebih hebat dari fitnah yang ditimbulkan oleh kerana persoalan orang-orang perempuan." (Muttafaq 'ala ih)
Thalaq

2.) Dari Ibnu Abbas RA: Sesungguhnya istri Tsabit bin Qais datang kepada Rasulullah SAW, ia berkata: ?wahai Rasulullah, aku tidak mencelanya (Tsabit) dalam hal akhlaknya maupun agamanya, akan tetapi aku benci kekufuran (karena tidak mampu menunaikan kewajibannya) dalam Islam? Maka Rasulullah SAW berkata padanya: Apakah kamu mengembalikan pada suamimu kebunnya? Wanita itu menjawab: ia. Maka Rasulullah SAW berkata kepada Tsabit: terimalah kebun tersebut dan ceraikanlah ia 1 kali talak (HR Bukhori, Nasa?y dan Ibnu Majah. Nailul Authar 6/246)
3.) Ibnu umar telah menalak istrinya  yang sedang haid maka umar menanyakan hal itu kepada rasulullah saw , beliau berkata kepada umar" suruhlah anakmu itu supaya rujuk kepada istrinya , kemudian hendaklah  ia tahan dahulu sampai perempuan itu itu suci kemudaian ia haid lagi kemudian ia suci lagi sesudah itu kalau ia (ibnu umar) menghendaki  teruskan perkawinannya dan itulah yang baik . jika ia menghendaki boleh ditalaknya sebelum dicampurinya, demikian iddah yang diperintahkan Alloh swt,yang boleh padanya perempuan ditalak (Riwayat Bukhari dan muslim

PERKAWINAN ADALAH FITRAH KEMANUSIAAN

 

Agama Islam adalah agama fithrah, dan manusia diciptakan Allah Ta'ala cocok dengan fitrah ini, karena itu Allah Subhanahu wa Ta'ala menyuruh manusia menghadapkan diri ke agama fithrah agar tidak terjadi penyelewengan dan penyimpangan. Sehingga manusia berjalan di atas fithrahnya.
Perkawinan adalah fitrah kemanusiaan, maka dari itu Islam menganjurkan untuk nikah, karena nikah merupakan gharizah insaniyah (naluri kemanusiaan). Bila gharizah ini tidak dipenuhi dengan jalan yang sah yaitu perkawinan, maka ia akan mencari jalan-jalan syetan yang banyak menjerumuskan ke lembah hitam.

Firman Allah Ta'ala.

"Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". (Ar-Ruum : 30).

A. Islam Menganjurkan Nikah
Islam telah menjadikan ikatan perkawinan yang sah berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang sangat asasi, dan sarana untuk membina keluarga yang Islami. Penghargaan Islam terhadap ikatan perkawinan besar sekali, sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama.

Anas bin Malik radliyallahu 'anhu berkata : "Telah bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Artinya : Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi". (Hadist Riwayat Thabrani dan Hakim).

B. Islam Tidak Menyukai Membujang
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dan melarang keras kepada orang yang tidak mau menikah.

Anas bin Malik radliyallahu 'anhu berkata :

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk nikah dan melarang kami membujang dengan larangan yang keras". Dan beliau bersabda :
"Artinya : Nikahilah perempuan yang banyak anak dan penyayang. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya umatku dihadapan para Nabi kelak di hari kiamat". (Hadits Riwayat Ahmad dan di shahihkan oleh Ibnu Hibban). 

Pernah suatu ketika tiga orang shahabat datang bertanya kepada istri-istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang peribadatan beliau, kemudian setelah diterangkan, masing-masing ingin meningkatkan peribadatan mereka. Salah seorang berkata: Adapun saya, akan puasa sepanjang masa tanpa putus. Dan yang lain berkata: Adapun saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan kawin selamanya .... Ketika hal itu didengar oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau keluar seraya bersabda : 

"Artinya : Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu, sungguh demi Allah, sesungguhnya akulah yang paling takut dan taqwa di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku juga tidur dan aku juga mengawini perempuan. Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku". (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim). 

Orang yang mempunyai akal dan bashirah tidak akan mau menjerumuskan dirinya ke jalan kesesatan dengan hidup membujang.

Kata Syaikh Hussain Muhammad Yusuf : "Hidup membujang adalah suatu kehidupan yang kering dan gersang, hidup yang tidak mempunyai makna dan tujuan. Suatu kehidupan yang hampa dari berbagai keutamaan insani yang pada umumnya ditegakkan atas dasar egoisme dan mementingkan diri sendiri serta ingin terlepas dari semua tanggung jawab". 

Orang yang membujang pada umumnya hanya hidup untuk dirinya sendiri. Mereka membujang bersama hawa nafsu yang selalu bergelora, hingga kemurnian semangat dan rohaninya menjadi keruh. Mereka selalu ada dalam pergolakan melawan fitrahnya, kendatipun ketaqwaan mereka dapat diandalkan, namun pergolakan yang terjadi secara terus menerus lama kelamaan akan melemahkan iman dan ketahanan jiwa serta mengganggu kesehatan dan akan membawanya ke lembah kenistaan. 

Jadi orang yang enggan menikah baik itu laki-laki atau perempuan, maka mereka itu sebenarnya tergolong orang yang paling sengsara dalam hidup ini. Mereka itu adalah orang yang paling tidak menikmati kebahagiaan hidup, baik kesenangan bersifat sensual maupun spiritual. Mungkin mereka kaya, namun mereka miskin dari karunia Allah. 

Islam menolak sistem ke-rahib-an karena sistem tersebut bertentangan dengan fitrah kemanusiaan, dan bahkan sikap itu berarti melawan sunnah dan kodrat Allah Ta'ala yang telah ditetapkan bagi makhluknya. Sikap enggan membina rumah tangga karena takut miskin adalah sikap orang jahil (bodoh), karena semua rezeki sudah diatur oleh Allah sejak manusia berada di alam rahim, dan manusia tidak bisa menteorikan rezeki yang dikaruniakan Allah, misalnya ia berkata : "Bila saya hidup sendiri gaji saya cukup, tapi bila punya istri tidak cukup ?!". 

Perkataan ini adalah perkataan yang batil, karena bertentangan dengan ayat-ayat Allah dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Allah memerintahkan untuk kawin, dan seandainya mereka fakir pasti Allah akan membantu dengan memberi rezeki kepadanya.

Allah menjanjikan suatu pertolongan kepada orang yang nikah, dalam firman-Nya: 

"Artinya : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui".
(An-Nur : 32). 

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menguatkan janji Allah itu dengan sabdanya : 

"Artinya : Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka, yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya supaya merdeka, dan seorang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya". (Hadits Riwayat Ahmad 2 : 251, Nasa'i, Tirmidzi, Ibnu Majah hadits No. 2518, dan Hakim 2 : 160 dari shahabat Abu Hurairah radliyallahu 'anhu). 

Para Salafus-Shalih sangat menganjurkan untuk nikah dan mereka anti membujang, serta tidak suka berlama-lama hidup sendiri. 

Ibnu Mas'ud radliyallahu 'anhu pernah berkata : "Jika umurku tinggal sepuluh hari lagi, sungguh aku lebih suka menikah daripada aku harus menemui Allah sebagai seorang bujangan". (Ihya Ulumuddin dan Tuhfatul 'Arus hal. 20).

Hukum Nikah - Wali Nikah Beda Agama

Source:wedding-windowsbie7
Beberapa hal yang musti kita sadari bahwa persepsi ini amat sangat penting dalam kehidupan sehari-hari dalam akad nikah yang mungkin ada disekitar kita, hal ini kita sendiri musti mengetahui istilah penting "hukum nikah apabila wali nikah berbeda agama dan keyakinan" Berikut ini merupakan peranan serta tanya jawab tentang Hukum Wali Nikah:

Assalamualaikuum....

1. Bagaimana menurut ajaran islam, apakah perlu anak perempuan yang mualaf meminta restu menikah secara islam kepada ortu yang katholik?


2. Apakah dalam hukum perkawinan Islam harus ada pernyataan tertulis dari ortu yang katholik yang isinya memberikan hak perwaliannya kepada seseorang yang ditunjuk. Mohon penjelasannya dan Terima kasih. Hormat saya, Niken Ali


Jawab : Wa'alaikumussalam … Pertama,  meminta restu atau minta idzin dari orang tua (sekalipun berbeda agama), merupakan bagian dari birrul walidain (berbuat baik kepada orang tua). Dalam Islam sekalipun kita berbeda keyakinan (agama) dengan orang tua, maka tetap ada perintah untuk berbuat baik kepada keduanya. Akan tetapi jika orang tua itu menyuruh untuk hal yang dilarang Islam seperti untuk kembali ke agama lain, maka tentu kita wajib menolaknya dengan secara halus.

وَوَصَّيْنَا اْلإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orangtuanya, ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah-payah (pula).” (Al-Ahqaf: 15)


وَإِن جَاهَدَاكَ عَلَى أَن تُشْرِكَ بِي مَالَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلاَ تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا


“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, namun pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (Luqman: 15)


Tetapi setelah meminta idzin atau restu, kemudian orang tua kita menolaknya, hal itu tidak menyebabkan anda tidak bisa menikah. Sebab jika (maaf) anda  laki-laki tentu tidak membutuhkan wali. Karena wali adanya dipihak calon istri. Akan tetapi jika (maaf) anda perempuan, maka hak wali bukan orang tua anda, tapi pindah ke wali hakim. Sebab orang tua anda berbeda agama, dan tidak ada hak untuk menjadi wali.

Kedua, tidak ada dan anda tidak membutuhkan pernyataan orang tua untuk membuat surat pemindahan hak wali. Sebab jika berbeda agama, maka putus perwaliannya. Jadi ketika anda mendaftar ke KUA (umpamanya), dan menceritakan hal ini, tentu nanti anda akan dinikahkan oleh wali dari petugas KUA (wali hakim). Mudah-mudahan anda diberi keteguhan iman. Allohu A'lam

Source: UMI | Ukhuwah Moslem Indonesian