Ada sebait do'a yang pernah diajarkan Rasulullah SAW dan disunnahkan untuk dipanjatkan kepada Allah Azza wa Jalla sebelum seseorang hendak
belajar do'a tersebut berbunyi : Allaahummanfa'nii bimaa allamtanii wa'allimnii maa yanfa'uni wa zidnii ilman maa yanfa'unii Dengan do'a ini seorang
hamba berharap dikaruniai oleh-Nya ilmu yang bermamfaat
Apakah hakikat ilmu yang bermamfaat itu? Secara syariat, suatu ilmu disebut bermamfaat apabila mengandung mashlahat - memiliki nilai-nilai kebaikan
bagi sesama manusia ataupun alam Akan tetapi, mamfaat tersebut menjadi kecil artinya bila ternyata tidak membuat pemiliknya semakin merasakan
kedekatan kepada Dzat Maha Pemberi Ilmu, Allah Azza wa Jalla Dengan ilmunya ia mungkin meningkat derajat kemuliaannya di mata manusia, tetapi
belum tentu meningkat pula di hadapan-Nya
Oleh karena itu, dalam kacamata ma'rifat, gambaran ilmu yang bermamfaat itu sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh seorang ahli hikmah "Ilmu
yang berguna," ungkapnya, "ialah yang meluas di dalam dada sinar cahayanya dan membuka penutup hati "
Seakan memperjelas ungkapan ahli hikmah tersebut, Imam Malik bin Anas r a berkata, "Yang bernama ilmu itu bukanlah kepandaian atau banyak
meriwayatkan (sesuatu), melainkan hanyalah nuur yang diturunkan Allah ke dalam hati manusia Adapun bergunanya ilmu itu adalah untuk mendekatkan
manusia kepada Allah dan menjauhkannya dari kesombongan diri "
Ilmu itu hakikatnya adalah kalimat-kalimat Allah Azza wa Jalla Terhadap ilmunya sungguh tidak akan pernah ada satu pun makhluk di jagat raya ini yang
bisa mengukur Kemahaluasan-Nya sesuai dengan firman-Nya, "Katakanlah : Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menuliskan) kalimat-kalimat
Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (dituliskan) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula) " (QS
Al Kahfi [18] : 109)
Adapun ilmu yang dititipkan kepada manusia mungkin tidak lebih dari setitik air di tengah samudera luas Kendatipun demikian, barangsiapa yang
dikaruniai ilmu oleh Allah, yang dengan ilmu tersebut semakin bertambah dekat dan kian takutlah ia kepada-Nya, niscaya "Allah akan meninggikan orang-
orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat " (QS Al Mujadilah [58] : 11) Sungguh janji Allah itu
tidak akan pernah meleset sedikit pun!
Akan tetapi, walaupun hanya "setetes" ilmu Allah yang dititipkan kepada mnusia, namun sangat banyak ragamnya ilmu itu baik kita kaji sepanjang
membuat kita semakin takut kepada Allah Inilah ilmu yang paling berkah yang harus kita cari sepanjang kita menuntut ilmu itu jelas (benar) niat maupun
caranya, niscaya kita akan mendapatkan mamfaat darinya
Hal lain yang hendaknya kita kaji dengan seksama adalah bagaimana caranya agar kita dapat memperoleh ilmu yang sinar cahayanya dapat meluas di
dalam dada serta dapat membuka penutup hati? Imam Syafii ketika masih menuntut ilmu, pernah mengeluh kepada gurunya "Wahai, Guru
Mengapa ilmu yang sedang kukaji ini susah sekali memahaminya dan bahkan cepat lupa?" Sang guru menjawab, "Ilmu itu ibarat cahaya Ia hanya dapat
menerangi gelas yang bening dan bersih " Artinya, ilmu itu tidak akan menerangi hati yang keruh dan banyak maksiatnya
Karenanya, jangan heran kalau kita dapati ada orang yang rajin mendatangi majelis-majelis ta'lim dan pengajian, tetapi akhlak dan perilakunya tetap
buruk Mengapa demikian? itu dikarenakan hatinya tidak dapat terterangi oleh ilmu Laksana air kopi yang kental dalam gelas yang kotor
Kendati diterangi dengan cahaya sekuat apapun, sinarnya tidak akan bisa menembus dan menerangi isi gelas Begitulah kalau kita sudah tamak dan rakus
kepada dunia serta gemar maksiat, maka sang ilmu tidak akan pernah menerangi hati
Padahal kalau hati kita bersih, ia ibarat gelas yang bersih diisi dengan air yang bening Setitik cahaya pun akan mampu menerangi seisi gelas Walhasil,
bila kita menginginkan ilmu yang bisa menjadi ladang amal shalih, maka usahakanlah ketika menimbanya, hati kita selalu dalam keadaan bersih
Hati yang bersih adalah hati yang terbebas dari ketamakan terhadap urusan dunia dan tidak pernah digunakan untuk menzhalimi sesama Semakin hati
bersih, kita akan semakin dipekakan oleh Allah untuk bisa mendapatkan ilmu yang bermamfaat darimana pun ilmu itu datangnya Disamping itu, kita pun
akan diberi kesanggupan untuk menolak segala sesuatu yang akan membawa mudharat
Sebaik-baik ilmu adalah yang bisa membuat hati kita bercahaya Karenanya, kita wajib menuntut ilmu sekuat-kuatnya yang membuat hati kita menjadi
bersih, sehingga ilmu-ilmu yang lain (yang telah ada dalam diri kita) menjadi bermamfaat
Bila mendapat air yang kita timba dari sumur tampak keruh, kita akan mencari tawas (kaporit) untuk menjernihkannya Demikian pun dalam mencari
ilmu Kita harus mencari ilmu yang bisa menjadi "tawas"-nya supaya kalau hati sudah bening, ilmu-ilmu lain yang kita kaji bisa diserap seraya membawa
mamfaat
Mengapa demikian? Sebab dalam mengkaji ilmu apapun kalau kita sebagai penampungnya dalam keadaan kotor dan keruh, maka tidak bisa tidak ilmu
yang didapatkan hanya akan menjadi alat pemuas nafsu belaka
Sibuk mengkaji ilmu fikih, hanya akan membuat kita ingin menang sendiri, gemar menyalahkan pendapat orang lain, sekaligus aniaya dan suka menyakiti
hati sesama Demikian juga bila mendalami ilmu ma'rifat Sekiranya dalam keadan hati busuk, jangan heran kalau hanya membuat diri kita takabur,
merasa diri paling shalih, dan menganggap orang lain sesat
Oleh karena itu, tampaknya menjadi fardhu ain hukumnya untuk mengkaji ilmu kesucian hati dalam rangka ma'rifat, mengenal Allah Datangilah majelis
pengajian yang di dalamnya kita dibimbing untuk riyadhah, berlatih mengenal dan berdekat-dekat dengan Allah Azza wa Jalla Kita selalu dibimbing untuk
banyak berdzikir, mengingat Allah dan mengenal kebesaran-Nya, sehingga sadar betapa teramat kecilnya kita ini di hadapan-Nya
Kita lahir ke dunia tidak membawa apa-apa dan bila datang saat ajal pun pastilah tidak membawa apa-apa Mengapa harus ujub, riya, takabur, dan
sum'ah Merasa diri besar, sedangkan yang lain kecil Merasa diri lebih pintar sedangkan yang lain bodoh Itu semua hanya karena sepersekian dari
setetes ilmu yang kita miliki? Padahal, bukankah ilmu yang kita miliki pada hakikatnya adalah titipan Allah jua, yang sama sekali tidak sulit bagi-Nya untuk
mengambilnya kembali dari kita?
Subhanallaah! Mudah-mudahan kita dimudahkan oleh-Nya untuk mendapatkan ilmu yang bisa menjadi penerang dalam kegelapan dan menjadi jalan
untuk dapat lebih bertaqarub kepada-Nya
Wallahu a'lam bishshawab
0 Comments