Thursday, December 1, 2011

Bekerja Keras dan Bekerja Cerdas

Buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang shaleh, sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan.”(Saba’:11). ‘Aisyah RA meriwayatkan, Nabi SAW bersabda: “sesungguhnya Alla Ta’ala menyukai apabila salah seorang di antara kalian bekerja secara profesional (ahli dan terampil.” HR. Ahmad, Hakim dan Baihaqi dari ‘Aisyah. Dihasankan oleh Syeikh Albani dalam as-Shahihah, Juz 4:106 no. hadits: 1113; Shahihul Jami’ (1880). Dari Hudzaifah Ibn Yaman RA, bersabda Nabi SAW: “Tidak patut seorang mu’min menghinakan dirinya. Sahabat bertanya, bagaimana cara menghinakan diri itu? Sabda Nabi SAW: Ia tidak malu menjajakan kesusahannya karena ketidak mampuannya berusaha. Hadits Shahih, HR. Turmudzi, Ibnu Majah, Ahmad, Baihaqi. Shahihul Jami no.7797. As Shahihah Syeikh Albani [613]
TAQDIM.
  1. Manusia adalah makhluk mukallaf (kenabeban  tugas dan tanggungjawab)  untuk kepentingan hidup dan penghidupannya sehari-hari. Dengan beban sebagai makhluk mukallaf itu,  manusia diberi sejumlah kemampuan, keahlian dan kehandalan (at-thaqah wal jaddah) ; di mana setiap muslim diserukan untuk bekerja sepenuh tenaga supaya dapat menghidupi secara layak  orang yang berada dalam tanggungjawabnya demi kemakmuran hidup.
  2. Untuk kepentingan ini; Allah Ta’ala menjadikan siang untuk bekerja dan menjadikan malam untuk istirahat; wa huwa’lladzii ja’ala lakum al-layla libaasan wa’n-nawma subaatan wa ja’ala’n-nahaara nusyuuraa, “Dialah yang menjadikan untukmu malam (sebagai) pakaian, dan tidur untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha.” Al Furqan:47. Dalam 24 jam perjalanan waktu;  1/3 waktu untuk  bekerja, 1/3 untuk  ibadah, 1/3 lagi untuk istirahat. Al Qashas:88 menyebutkan, “walaa tansa nashiibaka mina’d-dun’yaa” jangan kamu lupakan bagianmu didunia.”
  3. Islam menyuruh untuk bekerja secara itqaan (profesional), secara ihkaam; yaitu tepat guna (efektif-efisien),dan secara ihsaan; yaitu bekerja yang menghasilkan karya terbaik sebagai tuntutan iman, ilmu dan amal.  Bagi Islam, bekerja adalah tuntutan hidup (takliiful-hayah), bagian dari tanggungjawab (mas’uuliyatu al-hayah). Bekerja juga bagian dari ibadah. Bekerja adalah hak dan kewajiban terhadap sesama, sebagai konsekwensi dari hidup bermu’amalah; kewajiban fardhu-ain dan fardhu-kifayah.
  4. Mengapa harus bekerja keras sekaligus bekerja cerdas? Sebab suratan hidup manusia bergantung pada bagaimana ia melakukan kasab (usaha), ikhtiar (daya upaya), berdoa dan bertawakkal.   Di hadapan 4 pilar suratan hidup ini, Allah Ta’ala membekali manusia modal utama, yaitu; kemauan (al-iraadah), kemampuan(al-qudrah), kesempatan (al-i’tidzaar, al-furshah). Dengan tiga modal utama ini, manusia dapat mewujudkan impiannya jadi kenyataan, cita-citanya jadi realita, harapannya jadi terwujud. Allah Ta’ala Maha Memudahkan jalan, tsummas-sabiila yassarah, surah abasa:20
  5. Ada 3 keadaan manusia dalam bekerja, malas (kasal), sungguh-sungguh (juud), lemah; lemah semangat maupun lemah fisik (al-’ajzu wal kasal). Allah Ta’ala mencintai kesungguhan dan keseriusan setiap hamba, sebaliknya Allah Ta’ala membenci sikap malas dan lemah semangat.
ISLAM & PEKERJAAN
(1). Islam meletakkan perintah ibadah setara dengan perintah untuk bekerja, supaya menjadi orang yang beruntung. “Apabila sholat sudah ditunaikan, maka bertebaranlah kamu sekalian di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kalian beruntung.” Al-Jumu’ah:10.  Imam Ibnul-’Arabi (468-543 H) seorang ‘alim dari Malikiyah berkomentar: di dalam ayat ini ada perintah wajib untuk keluar dari rumah dalam rangka  bekerja atau keluar dari tempat ibadat untuk melanjutkan kerja. Dengan bekerja terpenuhi kebutuhan jasmani dan dengan ibadat lalu kerja lagi terpenuhi kebutuhan jasmani dan rohani, secara bersamaan. (sumber: Tafsir Ahkamul Qur’an dalam Maktabah Shamela)
(2). Suruhan untuk bekerja, Allah Ta’ala ikuti dengan perintah untuk bersyukur dan selalu ingat hari penantian, supaya tidak menjadi penyesalan di hari kemudian. “Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” Al-Mulk:15. Syeikh Sa’di (w.1376 H), firman Allah?Ta’ala  ‘Famsyuw fii manaakibihaa,” maksudnya li thalabi ar-rizqi wa al-makaasib, perintah untuk mencari rezki dan memenuhi hajat hidup dengan bekerja keras.(sumber: Tafsiiru al-Kariim ar-Rahmaan Fii Kalaami al-Mannaan. Beirut: Mu’assasah ar-Risalah,2000 M/1420 H
(3). Dalam bekerja, carilah pekerjaan yang halal jangan terlalu “ngoyo” sehingga lupa waktu, Allah Ta’ala murka terhadap orang seperti ini, seperti dalam surah Thaha:81. Dr.’Abdullah bin Muhsin At-Turki mengatakan: “maksudnya carilah rezki yang halal saja, tapi jangan pula terlalu berlebihan. Sebab dengan berlebihan bisa membuat orang untuk berbuat dzalim atau mendzalimi orang lain, sehingga turunlah murka Allah Ta’ala yang akibatnya merugikan orang itu, bahkan bisa membinasakannya. Tafsir al-Muyassar, cet.Majma’ Malik Fahd, KSA Saudi ‘Arabia bersama-sama dengan Asatidzah at-Tafasir
Nabi Ta’ala berpesan kepada Ka’ab bin ‘Ujrah RA :”Wahai Ka’b bin Ujroh sesungguhnya tidak akan masuk syurga daging yang tumbuh dari hal yang di murkai Allah Ta’ala (haram), dan neraka adalah tempat yang  paling cocok untuknya.” HR. Ahmad (no.:14494, 15358); Imam Darimi (7558), Imam ‘Abd bin Humeid (1138), dihasankan oleh Syeikh Albani dalam Shahih Targhib no.hadits: 2242
(4). Dalam bekerja, perhatikanlah halal-haram, supaya hidupmu jadi berkah, al-Baqarah:188. Haram hukumnya bekerja dan menikmati hasil kerja dari hasil usaha yang terindikasi; mengarah pada syirik dan bid’ah, najis, kotor dan jorok, sesuai sabda Nabi SAW: “Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang hasil jual anjing, hasil prostitusi dan jerih-payah tukang ramal”. Dalam riwayat lain: “Sejelek-jelek pekerjaan adalah hasil prostitusi dan jual-beli anjing. Dalam riwayat lain: “hasil juali-beli anjing itu, najis. Hasil prostitusi itu panas. Kata seorang  Tabi’in; aku bertanya pada Jabir tentang jual-beli anjing dan kucing, Jabir menjawab: Nabi SAW melarang keras pekerjaan itu.” Shahih Muslim Syarah Nawawi, Juz 10:231-233.
FA’IDAH BAB INI:
  1. Islam agama amal,  usahakanlah beramal sebaik dan sebagus mungkin. Mulailah dengan basmalah, akhiri dengan hamdalah. Manusia berencana, Tuhan yang menentukan. Dalam bekerja jangan lupa berdo’a dan bertawakkal. Seberat, sesibuk dan secapek apapun pekerjaan yang dilakukan; jangan tinggalkan kewajiban sholat lima waktu.
  2. Allah Ta’ala senantiasa  memudahkan jalan bagi mereka yang mau berusaha dan selalu mensyukuri. Simaklah doa Nabi SAW yang diajarkannya pada Mu’adz bin Jabal RA: “allaahumma a’innii ‘alaa dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatika, Ya Allah bantulah aku untuk senantiasa mengingat-Mu, mensyukuri nikmat-MU, dan beribadah yang baik kepada-Mu.” (HR. Abu Dawud, Nasa’i, Ahmad. Shahihul Jami’ no. 7969)
  3. Bekerja adalah cara yang tinggi tingkat kehalalannya dalam mencari rezki Allah Ta’ala. Ada dua cara tahshilu’l-mal, mendapatkan harta yaitu melalui; (a) Kasab; dengan bekerja, berusaha, berdo’a dan tawakkal serta ridha dan qana’ah dalam memperoleh hasil. Caranya melalui jalan Yadhribuwna fil-ardh yabtaghuwna min fadhlillah (Al Muzammil:20), fantasyiru fil-ardh (al-Jumu’ah:10), famsyuw fi manakibiha (Al Mulk:15),  dengan tangan dan keringat sendiri serta melalui jalan ta’awun/syirkah, (b) Intifa’ul-Mal; pemanfaatan harta melalui jalan wakaf, hibah, hadiah, sedekah dan lain-lain.
  4. Allah Ta’ala memerintahkan untuk bekerja dan berusaha dengan tangan sendiri, antara lain karena tingkat kehalalannya yang tinggi karena dari hasil usaha keringat sendiri. Karena itu Nabi SAW mengkaitkan antara tingkat kehalalan makanan yang dikonsumsi dengan bekerja,  dan memuji cara bekerja dan berusahanya Nabi Dawud AS.
  5. Kewajiban bekerja dan berusaha untuk memenuhi berbagai hajat basyariyah dan syar’iyah adalah perbuatan mulia yang bernilai ibadah, lantaran berbagai sebab antara lain karena ‘alaaqaat dzawjiyah (kaitannya sebagai suami), alaaqaat-qaraabah (hubungan kerabat). Laki-laki dewasa yang sehat lahir dan batin, namun tidak bekerja untuk nafkah keluarga dihitung sebagai sebuah tindak kejahatan, shahih Muslim no.:996, ” kafaa bil-mar’I itsman an yahbisa ‘amman yamliku qurbatahuu,” seseorang cukup dipandang berbuat kejahatan manakala ia tidak memberi nafkah keluarganya.    Sebaliknya mengeluarkan harta dijalur ini  adalah sebaik-baik   infaq,  al Baqarah:267
  6. Nabi Dawud dan puteranya Nabi Sulaiman ‘alayhimassalam adalah contoh yang baik untuk diteladani dalam kajian ini.
H. Syamsul Bahri

No comments:

Post a Comment