Sunday, May 13, 2012

Terbang Bersama Keheningan

Berat, itulah kata yang bisa mewakili tantangan hidup kekinian. Orang miskindihadang penyakit di sana-sini. Orang kaya alisnya dibikin berkerut oleh berbagaimasalah. Sebagian malah sudah dipenjara, sebagian lagi menuggu giliran untukberistirahat di tempat yang sama. Manusia biasa menggendong berbagai beban kesana ke mari (dari mencari nafkah, menyekolahkan anak sampai dengan mempersiapkan hari tua), pejabat maupun pengusaha juga serupa: senantiasa ditemani masalah kemanapun ia pergi. Di desa banyak orang mengeluh, luas tanah tetap namun jumlah manusia senantiasa tambah banyak. Sehingga setiap tahun memunculkan tantangan penciptaan lapangan kerja. Bila tidak terselesaikan ia bisa lari kemana-mana. Dari kejahatan sampai dengan kekerasan.

Digabung menjadi satu, jadilah kehidupan berwajah serba berat di sana-sini. Tidak saja di negara berkembang, di negara maju sekali pun tantangannya serupa.Kemajuan ekonomi Jepang yang demikian fantastis tidak bisa mengerem angka bunuh diri. Kemajuan peradaban Amerika tidak membuat negara ini berhenti menjadi konsumen obat tidur per kapita paling tinggi di dunia. Jangankan berbicara negeri Afrika seperti Botswana. Rata-rata harapan hidup hanya 30-an tahun. Orang dewasa di sana lebih dari 80 persen positif terjangkit HIV. Sehingga menimbulkan pertanyaan,"Demikian beratkah beban manusia untuk hidup?"Ada sahabat yang menghubungkan beratnya hidup manusia dengan hukum gravitasinya Newton yang berpengaruh itu. Sudah menjadi pengetahuan publik,kalau Newton menemukan hukum ini ketika duduk di bawah pohon apel, dan tiba-tiba buahnya jatuh.Sehingga Newton muda berspekulasi ketika itu, ada serangkaian hukum berat (baca:gravitasi) yang membuat semua benda jatuh ke bawah.

Sahabat ini bertanya lebih dalam, "kalau gravitasi yang menarik apel jatuh ke bawah, lantas hukum apa yang membawanya naik ke puncak pohon apel?" Dengan jernih ia menyebut "The law of levitation" (hukum penguapan). Kalau gravitasi menarik apel ke bawah, penguapan menariknya ke arah atas. Dalam bahasa yang lugas sekaligus cerdas, sahabat ini mengaitkan kedua hukum fisika ini ke dalam dua hukum kehidupan: "Hate is under the law of gravity, love isunder the law of levitation." Kebencian berkait erat dengan gravitasi karena mudah sekali membuat manusia hidup serba berat dan ditarik ke bawah. Cinta berkaitandengan gerakan-gerakan ke atas. Karena hanya cinta yang membuat manusiaringan dan terbang ke atas.

Sungguh sebuah bahan renungan kehidupan yang cerdas dan bernas. Kembali ke soal hidup manusia yang serba berat, tidak ada manusia yang bebas sepenuhnya dari masalah. Bahkan ada yang menyederhanakan kehidupan dengan sebuah kata: penderitaan! Hanya saja kebencian berlebihan yang membuat semua ini menjadi semakin berat dan semakin berat lagi. Ada yang benci pada diri sendiri,ada yang membenci orang tua, suami, istri, teman, tetangga, atasan kerja, sampai dengan ada yang membenci Tuhan. Perhatikan wajah-wajah manusia kekinian yang miskin senyum, yang mudah tersinggung, yang senantiasa minta diperhatikan, penerimaan bulanan yang serba kurang, dan masih bisa ditambah lagi dengan yang lain. Semuanya berakar pada yang satu: kebencian! Sehingga mudah dimengerti kalau perjalanan hidup seperti buah apel, semakin tua semakin berat dan semakin ditarik ke bawah.

Terinspirasi dari sinilah, kemudian sejumlah guru mengurangi sesedikit mungkin berjalan dalam hidup dengan beban-beban kebencian. Dan mencoba menarik kehidupan ke atas menggunakan sayap-sayap cinta. Semua perjalanan cinta mulai dari sini: mencintai kehidupan. Makanya sahabat-sahabat penekun meditasi Vipasana berkonsentrasi pada keluar masuknya nafas. Tidak saja karena membuatmanusia mudah terhubung dengan hidup, tetapi berpelukan penuh cinta dengankehidupan. Dan segelintir penekun Vipasana yang telah berjalan amat jauh,kemudian mengalami cosmic orgasm.

Semacam orgasme kosmik yang ditandai oleh terlihatnya keindahan di mana-mana. Karena semuanya terlihat serba indah, tidakada lagi dorongan untuk mencari jawaban. Bahkan pertanyaan sekalipun sudah lenyap dari kepala. Ini yang disebut seorang guru dengan terbang bersama keheningan. Ada yang menyebut ini dengan emptiness. Sebuah terminologi timur yang amat susah untuk dijelaskan dengan kata-kata manusia. Namun Dainin Katagiri dalam Returning to Silence, menyebutkan: "The final goal is that we should not beobsessed with the result, whether good, bad or neutral.

"
Keseluruhan upaya untuktidak terikat dengan hasil. Itulah keheningan. Sehingga yang tersisa persis sepertihukum alam: kerja, kerja dan kerja. Dalam kerja seperti ini, manusia seperti matahari.Ditunggu tidak ditunggu, besok pagi ia terbit. Ada awan tidak ada awan, mataharitetap bersinar. Disukai atau dibenci, sore hari dimana pun ia akan terbenam.Mirip dengan matahari yang tugasnya berbeda dengan awan dan bintang. Kitamanusia juga serupa. Pengusaha bekerja di perusahaan. Penguasa bekerja dipemerintahan. Pekerja bekerja di tempat masing-masing. Penulis menulis. Pertapabertapa. Pencinta yoga beryoga. Pengagum meditasi bermeditasi. Semuanya adatempatnya masing-masing. Ada satu hal yang sama di antara mereka: "Menjadisemakin sempurna di jalan kerja". Soal hasil, sudah ada kekuatan amat sempurnayang sudah mengaturnya. Keinginan apalagi kebencian, hanya akan membuatnya jadi berat dan terlempar ke bawah.

*Penulis: Gede Prama, Penerbit: PT Elex Media Komputindo