1. Dari Abi Dzar ra. berkata bahwa Rasulullah
SAW masuk ke rumah Aisyah ra. dan
beliau bersabda, "Wahai Aisyah, maukah kuberikan kabar
gembira? Ayahmu (Abu
Bakar
Ash-Shiddiq ra.) di surga, temannya adalah Nabi Ibrahim as. Umar di
surga
dan
temannya adalah Nabi Nuh as., Utsman di surga dan aku temannya. Ali di
surga
dan
temannya adalah Yahya bin Zakaria. Thalhah di surga dan temannya Nabi
Daud
as.
Az-zubair di surga dan temannya Nabi Ismail as. Sa'd bin Abi Waqqash
di
surga
dan temannya Nabi Sulaiman bin Daud. Said bin Zaid di surga dan
temannya
Musa
bin Imran. Abdurrahman bin Auf di surga dan temannya Isa bin Maryam.
Abu
Ubaidah bin Al-Jarrah di surga dan temannya Idris as.
Wahai Aisyah, aku
junjungan para nabi, ayahmu shiddiqin yang paling utama
dan kamu adalah ummul
mukminin."
2.
Dari Said bin Zaid ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"10 orang
pasti
masuk
surga. Abu Bakar di surga, Umar di surga, Utsman di surga, Ali di
surga,
Az-Zubair, Thalhah, Abdurrahman bin 'Auf, Abu 'Ubaidah
ibnul Jarrah, Sa'd bin
Abi
Waqqash." (Said bin Zaid) terdiam dan tidak menyebutkan yang ke-10.
Ketika
ditanyakan siapakah yang ke-10, beliau menjawab bahwa
orang itu adalah dirinya
sendiri." (HR At-Tirmizy)
3.
Dari Abduurahman bin 'Auf ra. berkata bahwa Nabi SAW bersabda, "Abu Bakar
di
surga, Umar di surga, Utsman di surga, Ali di surga,
Thalhah di surga, Az-Zubair
di
surga, Abdurrahman bin 'Auf di surga, Sa'd bin Abi Waqqash di surga, Said
bin
Zaid
bin 'Amru bin Nufail di surga, dan Abu 'Ubaidah ibnul Jarrah di surga."
(HR
At-Tirmizy dan Al-Baghawi dalam Al-Mashabih fil
Hisan)
4.Dari Jabir bin Samurah
radhiallahu 'anhuma, katanya: "Para penduduk Kufah mengadukan Sa'ad - yakni
Sa'ad bin Abu Waqqash r.a. kepada Umar bin al-Khaththab r.a. - yang pada waktu
itu menjabat sebagai khalifah, sedang Sa'ad sebagai gubernur yang diangkat
olehnya untuk daerah Kufah. Oleh sebab itu Umar lalu memecat Sa'ad dan
meggunakan 'Ammar untuk memerintah penduduk Kufah itu - sebagai ganti Sa'ad.
Orang-orang Kufah itu mengadukan,sampai-sampai mereka itu menyebutkan bahwasanya Sa'ad itu tidak bagus dalam mengerjakan shalatnya. Sa'ad diminta datang oleh Umar r.a. lalu berkata: "Hai Abu Ishaq - yakni Sa'ad bin Abu Waqqash, sesungguhnya orang-orang Kufah menyangka bahwa engkau tidak bagus dalam melakukan shalat." Sa'ad menjawab: "Tentang saya ini, demi Allah, sesungguhnya saya bersembahyang dengan orang-orang itu sebagaimana shalatnya Rasulullah s.a.w., tidak saya kurangi sedikitpun. Saya bersembahyang shalat Isya', lalu saya perpanjangkan dalam kedua rakaat yang pertama, sedang kedua rakaat yang penghabisan saya peringankan." Umar berkata: "Itu adalah penyangkaan orang-orang padamu, hai Abu Ishaq."
Selanjutnya Umar mengirimkan Sa'ad bersama seorang atau beberapa orang ke daerah Kufah untuk menanyakan kepada penduduk Kufah tentang diri Sa'ad tadi. Tiada suatu masjidpun yang diri Sa'ad itu dan para penduduk Kufah itu sama memuji akan kebaikannya. Akhirnya masuklah di suatu masjid di lingkungan Bani 'Abs. Kemudian ada seorang lelaki di antara mereka itu berdiri, namanya Usamah bin Qatadah yang diberi nama gelar yaitu Abu Sa'dah. la berkata: "Adapun kalau anda bertanya kepada kami tentang Sa'ad, maka sesungguhnya Sa'ad itu tidak pernah ikut pergi memimpin pasukan - ke medan perang, tidak pernah mengadakan pembagian -harta rampasan - dengan samarata dan tidak pernah menjatuhkan putusan dengan berdasarkan keadilan."
Sa'ad lalu berkata: "Aduh, demi Allah, niscayalah saya akan berdoa dengan tiga macam permohonan: "Ya Allah, jikalau hambamu ini - Usamah bin Qatadah - berkata dusta dan melakukan hanya karena congkak dan kesombongan belaka, maka panjangkanlah usianya, langsungkanlah kefakirannya dan permudahkanlah ia untuk berbagai kefitnahan."
Sesudah beberapa saat berlalu, orang itu jikalau ditanya, siapa dirinya, ia menjawab: "Aku adalah orangtua bangka yang terkena fitnah, karena doanya Sa'ad sudah mengena pada diriku."
Abdulmalik bin Umair yang meriwayatkan Hadis ini dari Jabir bin Samurah berkata: "Saya sendiri melihat orang itu sesudah tuanya, kedua alisnya telah rontok-rontok di atas kedua matanya karena amat lanjut usianya itu dan sesungguhnya ia menampakkan diri pada kaum wanita sambil menarik-narik tangan mereka itu." (Muttafaq 'alaih)
Orang-orang Kufah itu mengadukan,sampai-sampai mereka itu menyebutkan bahwasanya Sa'ad itu tidak bagus dalam mengerjakan shalatnya. Sa'ad diminta datang oleh Umar r.a. lalu berkata: "Hai Abu Ishaq - yakni Sa'ad bin Abu Waqqash, sesungguhnya orang-orang Kufah menyangka bahwa engkau tidak bagus dalam melakukan shalat." Sa'ad menjawab: "Tentang saya ini, demi Allah, sesungguhnya saya bersembahyang dengan orang-orang itu sebagaimana shalatnya Rasulullah s.a.w., tidak saya kurangi sedikitpun. Saya bersembahyang shalat Isya', lalu saya perpanjangkan dalam kedua rakaat yang pertama, sedang kedua rakaat yang penghabisan saya peringankan." Umar berkata: "Itu adalah penyangkaan orang-orang padamu, hai Abu Ishaq."
Selanjutnya Umar mengirimkan Sa'ad bersama seorang atau beberapa orang ke daerah Kufah untuk menanyakan kepada penduduk Kufah tentang diri Sa'ad tadi. Tiada suatu masjidpun yang diri Sa'ad itu dan para penduduk Kufah itu sama memuji akan kebaikannya. Akhirnya masuklah di suatu masjid di lingkungan Bani 'Abs. Kemudian ada seorang lelaki di antara mereka itu berdiri, namanya Usamah bin Qatadah yang diberi nama gelar yaitu Abu Sa'dah. la berkata: "Adapun kalau anda bertanya kepada kami tentang Sa'ad, maka sesungguhnya Sa'ad itu tidak pernah ikut pergi memimpin pasukan - ke medan perang, tidak pernah mengadakan pembagian -harta rampasan - dengan samarata dan tidak pernah menjatuhkan putusan dengan berdasarkan keadilan."
Sa'ad lalu berkata: "Aduh, demi Allah, niscayalah saya akan berdoa dengan tiga macam permohonan: "Ya Allah, jikalau hambamu ini - Usamah bin Qatadah - berkata dusta dan melakukan hanya karena congkak dan kesombongan belaka, maka panjangkanlah usianya, langsungkanlah kefakirannya dan permudahkanlah ia untuk berbagai kefitnahan."
Sesudah beberapa saat berlalu, orang itu jikalau ditanya, siapa dirinya, ia menjawab: "Aku adalah orangtua bangka yang terkena fitnah, karena doanya Sa'ad sudah mengena pada diriku."
Abdulmalik bin Umair yang meriwayatkan Hadis ini dari Jabir bin Samurah berkata: "Saya sendiri melihat orang itu sesudah tuanya, kedua alisnya telah rontok-rontok di atas kedua matanya karena amat lanjut usianya itu dan sesungguhnya ia menampakkan diri pada kaum wanita sambil menarik-narik tangan mereka itu." (Muttafaq 'alaih)
5. Dari 'Urwah bin
az-Zubair bahwasanya Said bin 'Amr bin Nufail r.a. diajukan sebagai lawan
oleh Arwa binti Uwais kepada Marwan bin al-Hakam - yang waktu itu sebagai
khalifah. Wanita itu mendakwa bahwa Said mengambil sebagian dari tanahnya. Said
lalu berkata: "Saya sudah mengambil sebagian tanahnya, padahal saya sudah
mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda." Marwan bertanya: "Apa yang anda dengar
dari Rasulullah s.a.w.?" la menjawab: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w.
bersabda:
"Barangsiapa yang mengambil tanah sejengkal secara penganiayaan, maka tanah itu akan dikalungkan di lehernya sampai tujuh lapis bumi di bawahnya." Marwan lalu berkata:"Saya tidak lagi akan meminta keterangan tentang kebenaranmu setelah mendengar ini." Said lalu berdoa: "Ya Allah, jikalau wanita itu dusta, maka butakanlah matanya dan matikanlah ia dalam tanahnya sendiri."
'Urwah berkata; "Wanita itu tidak mati-mati sehingga peng-lihatannya lenyap - yakni menjadi buta matanya, Dan pada suatu ketika ia berjalan di tanahnya sendiri, tiba-tiba terjerumuslah ia dalam suatu lobang, kemudian mati di situ." (Muttafaq 'alaih)
"Barangsiapa yang mengambil tanah sejengkal secara penganiayaan, maka tanah itu akan dikalungkan di lehernya sampai tujuh lapis bumi di bawahnya." Marwan lalu berkata:"Saya tidak lagi akan meminta keterangan tentang kebenaranmu setelah mendengar ini." Said lalu berdoa: "Ya Allah, jikalau wanita itu dusta, maka butakanlah matanya dan matikanlah ia dalam tanahnya sendiri."
'Urwah berkata; "Wanita itu tidak mati-mati sehingga peng-lihatannya lenyap - yakni menjadi buta matanya, Dan pada suatu ketika ia berjalan di tanahnya sendiri, tiba-tiba terjerumuslah ia dalam suatu lobang, kemudian mati di situ." (Muttafaq 'alaih)
6. Dari Jabir bin Abdullah radhiallahu 'anhuma,
katanya: "Ketika tiba waktunya peperangan Uhud, ayah saya memanggil saya di
waktu malam, lalu berkata: "Saya tidak mengira pada diriku sendiri ini,
melainkan rasanya akan terbunuh dalam permulaan orang-orang yang terbunuh dari
sahabat-sahabat Nabi s.a.w. Se- sungguhnya saya tidak meninggalkan sesudah
matiku sesuatu yang bagiku lebih mulia daripada dirimu sendiri selain diri
Rasulullah s.a.w. - yakni beliau s.a.w. yang dianggap termulia kemudian anaknya
itu. Sesungguhnya saya mempunyai tanggungan hutang, maka dari itu tunaikanlah
hutangku itu dan berikanlah baik-baik kepada saudara-saudaramu." Kemudian kita
berpagi-pagi - untuk melakukan peperangan, kemudian ayahku adalah pertama kali
orang yang terbunuh. Saya tanamkan bersamanya seorang lain dalam sekubur.
Kemudian jiwaku tidak enak kalau ayahku saya tinggalkan teruster kubur bersama
orang lain itu, lalu saya keluarkan lagi tubuhnya setelah dalam kuburnya itu
selama enam bulan, tiba- tiba ia masih dalam keadaan seperti waktu saya
meletakkan dahulu, kecuali telinganya saja - yang rusak. Selanjutnya saya
jadikanlah ia dalam kubur sendirian - yakni tidak disertai orang lain dalam
kubur." (Riwayat Bukhari)
7. Dari Anas r.a. bahwasanya ada dua orang lelaki
dari para sahabatnya Nabi s.a.w. keluar dari sisi Nabi s.a.w. di waktu malam
yang gelap-gulita, tiba-tiba bersama kedua orang itu seperti ada dua lampu yang
ada di hadapannya. Setelah keduanya berpisah maka tiap seorang dari keduanya
itupun seperti ada sebuah lampu yang menyertainya, sehingga ia datang kepada
keluarganya.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari beberapa jalan, di antara sebagian jalan itu disebutkan bahwa kedua orang lelaki itu ialah Usaid bin Hudhair dan 'Abbad bin Bisyr radhiallahu 'anhuma.
8.Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasuiullah
s.a.w. mengirimkan sepuluh orang sebagai mata-mata merupakan suatu pasukan dan
mengangkatnya 'Ashim bin Tsabit al- Anshari r.a. sebagai kepala untuk orang yang
sudah mati terbunuh. Jadi ringkasnya ia lebih suka mengikuti kematian
kawan-kawannya itu. Orang ini lalu mereka tarik-tarik dan mereka perlakukan
dengan menyiksanya. Tetapi orang ini tetap enggan untuk memimpin mereka itu.
Mereka lalu berang-kat, sehingga datanglah mereka di suatu tempat bernama
al-Hudat yang terletak antara 'Usfan dan Makkah. Kedalangan mereka itu
disebut-sebut oleh suatu kabilah dari orang-orang Hudzail yang dinamakan Bani
Lihyan, mereka ini mengejar sepuluh orang tersebut, sedang para pengejar dari
Bani Lihyan itu berjumlah hampir seratus orang ahli pemanah. Mereka meneliti
jejak-jejak sepuluh orang tadi.
Setelah 'Ashim dan kawan-kawannya merasa akan memperoleh
perlawanan, lalu mereka berlindung di suatu tempat, kemudian tempat ini dikepung
oleh kaum - musuh. Para pengejar itu berkata: "Turunlah engkau semua - hai
sepuluh orang, lalu serahkanlah tanganmu dan engkau semua memperoleh janji dan
ikatan kata dari kita, bahwa kita tidak akan membunuh seseorangpun dari engkau
semua. 'Ashim berkata: "Hai kaum - kafirin, saya tidak akan turun untuk menjadi
orang yang memperoleh jaminan hidup dari orang kafir. Ya Allah, beritahukanlah
tentang hal-ihwal kita ini kepada NabiMu yaitu Muhammad s.a.w." Musuh lalu
melempari mereka dengan panah, lalu 'Ashim dapat mereka bunuh. Ada tiga orang
yang turun -hendak menyerah -dengan berdasarkan janji dan ikatan kata - yakni
tidak akan dibunuh. Di antara mereka ini ialah Khubaib, Zaid bin Datsinah dan
seorang lelaki lain. Setelah tiga orang ini dapat mereka pegang, mereka lalu
melepaskan tali busurnya masing-masing, kemudian tiga orang itu mereka ikat
kuat-kuat. Orang yang ketiga - yang tidak disebut namanya di atas -berkata:
"Inilah pertama-tama pengkhianatan. Demi Allah, niscayalah saya tidak akan suka
lagi menemui engkau semua - untuk terus berjalan.
Bagi saya sudah ada penuntun - dalam persoalan ini -
yakni dengan mereka, "yang dimaksudkan ialah orang-mengawani kaum musuh - untuk
meneruskan perjalanan. Akhirnya orang ini mereka bunuh. Selanjutnya kaum Bani
Lihyan tersebut berangkat dengan membawa Khubaib dan Zaid bin Datsinah, sehingga
mereka menjual kedua orang tawanan ini di Makkah sesudah peperangan Badar
berakhir. Keluarga al-Harits bin 'Amir bin Naufal bin 'Abdi Manaf membeli
Khubaib. Khubaib adalah yang membunuh al-Harits pada hari peperangan Badar dulu.
Dengan demikian berada di tempat keluarga al-Harits sebagai seorang tawanan
sehingga seluruh keluarga itu berkehendak akan membunuhnya.
Khubaib meminjam sebuah pisau cukur dari salah seorang puteri al-Harits untuk mencukur rambut kemaluannya, lalu wanita ini meminjamkan pisau cukur itu padanya. Ada seorang anak kecil yaitu anak wanita yang meminjami pisau cukur tadi merangkak ke tempat Khubaib, sedang wanita tadi sedang lalai mengamat-amati anaknya tadi, sehingga anak itu mendatangi Khubaib, lalu wanita itu melihat sendiri bahwa Khubaib mendudukkan anak tersebut di atas pahanya, sementara pisau cukur masih tetap ada di tangannya. Wanita itu amat terkejut sekali dan hal yang sedemikian ini diketahui oleh Khubaib. Terkejutnya ialah karena takut kalau anaknya itu akan disembelih oleh tawanannya. Khubaib lalu berkata: "Adakah anda takut kalau saya membunuh anak ini. Ah, saya tidak akan mengerjakan perbuatan sekeji itu."
Wanita - yang diuraikan di atas itu berkata: "Demi Allah, saya tidak pernah melihat seorang tawananpun yang lebih baik daripada Khubaib. Demi Allah, benar-benar saya pernah menemuinya pada suatu hari, ia sedang makan sedompol anggur di tangannya, sedang kan ia di waktu itu sedang diikat erat-erat dengan besi, lagi pula tiada buah- buahan seperti itu di Makkah. "Wanita itu melanjutkan katanya: "Hal itu niscayalah suatu rezeki yang dikaruniakan oleh Allah kepada Khubaib."
Setelah orang-orang Bani Lihyan keluar dengan membawa Khubaib dari tanah suci untuk membunuhnya di tanah halal - bukan Tanah Haram yakni tanah suci Makkah, maka Khubaib berkata kepada mereka: "Lepaskanlah aku sebentar karena aku hendak bersembahyang dua rakaat." Mereka membiarkannya, lalu ia ber-sembahyang dua rakaat, kemudian ia berkata:
"Demi Allah andai-kata engkau semua tidak akan timbul sangkaan bahwasanya saya dalam ketakutan - karena akan mati, niscayalah aku akan menambah sembahyangku ini lagi. Ya Allah, hitunglah jumlah mereka ini, bunuh mereka secara berganti-ganti menurut gilirannya dan jangan-lah meninggalkan seorangpun di antara mereka itu." Selanjutnya Khubaib berkata pula:
Saya takkan memperdulikan,
Asalkan aku mati sebagai Muslim.
Dalam keadaan bagaimanapun,
Kematianku adalah untuk Allah.
Hal itu adalah Zat Tuhan,
Jikalau Dia berkehendak,
Pasti akan memberikan keberkahan,
Atas semua anggota tubuh yang terceraikan.
Khubaib adalah seorang yang membuat sunnah yang pertama kali bagi setiap orang Muslim untuk dibunuh dengan kesabaran, supaya melakukan shalat dahulu.
Nabi s.a.w. memberitahukan kepada sahabat-sahabatnya perihal berita sepuluh orang di atas pada hari mereka mendapatkan mushibah - yakni bencana yang menimpa mereka sebagaimana di atas.
Ada beberapa orang dari golongan kaum Quraisy menyuruh orang-orang lain ke tempat 'Ashim bin Tsabit ketika mereka diberitahu bahwa 'Ashim telah terbunuh, supaya orang- orang yang dikirimkan itu datang dengan membawa sesuatu anggota badan dari 'Ashim yang dapat dikenal. 'Ashim dahulu pernah membunuh seseorang dari golongan pembesar- pembesarnya kaum Quraisy. Tetapi Allah lalu mengirimkan kepada janazah 'Ashim itu semacam awan dan terdiri dari lebah. Lebah-lebah itulah yang melindungi tubuh 'Ashim dari utusan-utusan kaum Quraisy - yang hendak memotong sebagian anggotanya untuk dijadikan bukti kematian-nya. Oleh sebab itu musuh-musuh tadi tidak dapat memotong sesuatu anggotapun dari tubuh 'Ashim. (Riwayat Bukhari)
9. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Tidak pernah sama sekali saya mendengar Umar r.a. berkata kepada sesuatu: "Sesungguhnya saya mengira perkara itu begini," melain-kan kejadian perkara tersebut adalah tepat sebagaimana yang diperkirakan olehnya." (Riwayat Bukhari)
Khubaib meminjam sebuah pisau cukur dari salah seorang puteri al-Harits untuk mencukur rambut kemaluannya, lalu wanita ini meminjamkan pisau cukur itu padanya. Ada seorang anak kecil yaitu anak wanita yang meminjami pisau cukur tadi merangkak ke tempat Khubaib, sedang wanita tadi sedang lalai mengamat-amati anaknya tadi, sehingga anak itu mendatangi Khubaib, lalu wanita itu melihat sendiri bahwa Khubaib mendudukkan anak tersebut di atas pahanya, sementara pisau cukur masih tetap ada di tangannya. Wanita itu amat terkejut sekali dan hal yang sedemikian ini diketahui oleh Khubaib. Terkejutnya ialah karena takut kalau anaknya itu akan disembelih oleh tawanannya. Khubaib lalu berkata: "Adakah anda takut kalau saya membunuh anak ini. Ah, saya tidak akan mengerjakan perbuatan sekeji itu."
Wanita - yang diuraikan di atas itu berkata: "Demi Allah, saya tidak pernah melihat seorang tawananpun yang lebih baik daripada Khubaib. Demi Allah, benar-benar saya pernah menemuinya pada suatu hari, ia sedang makan sedompol anggur di tangannya, sedang kan ia di waktu itu sedang diikat erat-erat dengan besi, lagi pula tiada buah- buahan seperti itu di Makkah. "Wanita itu melanjutkan katanya: "Hal itu niscayalah suatu rezeki yang dikaruniakan oleh Allah kepada Khubaib."
Setelah orang-orang Bani Lihyan keluar dengan membawa Khubaib dari tanah suci untuk membunuhnya di tanah halal - bukan Tanah Haram yakni tanah suci Makkah, maka Khubaib berkata kepada mereka: "Lepaskanlah aku sebentar karena aku hendak bersembahyang dua rakaat." Mereka membiarkannya, lalu ia ber-sembahyang dua rakaat, kemudian ia berkata:
"Demi Allah andai-kata engkau semua tidak akan timbul sangkaan bahwasanya saya dalam ketakutan - karena akan mati, niscayalah aku akan menambah sembahyangku ini lagi. Ya Allah, hitunglah jumlah mereka ini, bunuh mereka secara berganti-ganti menurut gilirannya dan jangan-lah meninggalkan seorangpun di antara mereka itu." Selanjutnya Khubaib berkata pula:
Saya takkan memperdulikan,
Asalkan aku mati sebagai Muslim.
Dalam keadaan bagaimanapun,
Kematianku adalah untuk Allah.
Hal itu adalah Zat Tuhan,
Jikalau Dia berkehendak,
Pasti akan memberikan keberkahan,
Atas semua anggota tubuh yang terceraikan.
Khubaib adalah seorang yang membuat sunnah yang pertama kali bagi setiap orang Muslim untuk dibunuh dengan kesabaran, supaya melakukan shalat dahulu.
Nabi s.a.w. memberitahukan kepada sahabat-sahabatnya perihal berita sepuluh orang di atas pada hari mereka mendapatkan mushibah - yakni bencana yang menimpa mereka sebagaimana di atas.
Ada beberapa orang dari golongan kaum Quraisy menyuruh orang-orang lain ke tempat 'Ashim bin Tsabit ketika mereka diberitahu bahwa 'Ashim telah terbunuh, supaya orang- orang yang dikirimkan itu datang dengan membawa sesuatu anggota badan dari 'Ashim yang dapat dikenal. 'Ashim dahulu pernah membunuh seseorang dari golongan pembesar- pembesarnya kaum Quraisy. Tetapi Allah lalu mengirimkan kepada janazah 'Ashim itu semacam awan dan terdiri dari lebah. Lebah-lebah itulah yang melindungi tubuh 'Ashim dari utusan-utusan kaum Quraisy - yang hendak memotong sebagian anggotanya untuk dijadikan bukti kematian-nya. Oleh sebab itu musuh-musuh tadi tidak dapat memotong sesuatu anggotapun dari tubuh 'Ashim. (Riwayat Bukhari)
9. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Tidak pernah sama sekali saya mendengar Umar r.a. berkata kepada sesuatu: "Sesungguhnya saya mengira perkara itu begini," melain-kan kejadian perkara tersebut adalah tepat sebagaimana yang diperkirakan olehnya." (Riwayat Bukhari)