"Sesungguhnya, aku menusukkan
tongkatku ini ke lubang telinga mereka, tujuannya adalah untuk mengetahui
kepala tengkorak yang mana ketika hidupnya menjadi ahli ilmu dan mana yang
bukan"
Hasan Al-Bashri adalah
salah seorang tokoh sufi yang lahir di Madinah dan besar di Bashrah. Ia
bersahabat dengan banyak sahabat Rasulullah Saw. Di antaranya adalah
Zaid bin Tsabit, juru tulis Rasulullah Saw. Sebagai seorang
generasi tabi’in, Hasan Al- Bashri termasuk salah seorang yang dijuluki sebagai
wali terbesar pada masanya.
Suatu ketika Hasan Al-Bashri mengisahkan sebuah pengalamannya yang cakup
unik. Pada suatu hari, kisahnya, ia sedang berjalan-jalan. Pada saat itu, ia
melintasi sebuah kuburan. Awainya, perjalanan itu biasa-biasa saja. Namun,
ketika tatapannya mengarah ke sebuah kuburan, ia tertarik dengan sesuatu
pemandangan yang luar biasa alias tidak wajar.
Hasan Al-Bashri segera menghentikan langkah kakinya dan membelokkan arah
untuk masuk ke kawasan kuburan tersebut. Dari kejauhan, tampak olehnya seorang
lelaki pirang tengah sibuk melakukan sesuatu di tanah pekuburan tersebut.
Setelah mendekat beberapa langkah, Hasan Al-Bashri semakin terperangah melihat ulah lelaki pirang itu.
Lelaki pirang tersebut tengah asyik membongkar beberapa kuburan.
Tampaknya, ia sedang melakukan sebuah penelitian. Ada beberapa kepala
tengkorak manusia yang sudah ditemukannya dan dijejerkan di dekatnya. Satu per satu dari tengkorak itu
diperhatikan oleh lelaki tersebut. Namun, ada satu sikapnya yang cukup aneh di
mata Hasan Al-Bashri. Yakni, ia menusukkan sebuah tongkat ke setiap lubang
telinga para tengkorak tersebut.
Melihat tingkah aneh lelaki pirang itu, Hasan Al-Bashri mendekatinya.
Tanpa mampu menyimpan rasa penasarannya lebih lama
lagi, Hasan Al-Bashri langsung bertanya kepada lelaki pirang itu.
"Apakah yang tengah engkau lakukan? Aku melihat engkau menusukkan
tongkatmu ke lubang telinga tiap-tiap kepala tengkorak itu, ada apa?" tanya
Hasan Al-Bashri.
"Aku memang tengah membongkar beberapa kuburan. Apabila di antara mereka
ada yang menjadi ahli ilmu selama hidupnya, maka aku menghormatinya dan ingin
memperlakukannya dengan cara terhormat. Namun, jika sebaliknya, aku tak
segan-segan untuk membuangnya begitu saja," ujar lelaki itu dengan santainya.
Kemudian ia melanjutkan. "Sesungguhnya, aku menusukkan tongkatku ini ke
lubang telinga mereka, tujuannya adalah untuk mengetahui kepala tengkorak yang
mana ketika hidupnya menjadi ahli ilmu, dan mana yang bukan."
"Apabila tongkatku ini mampu menembus kepala tengkorak ini dari lubang
telinga yang satu ke lubang telinga yang lainnya, maka aku membuangnya begitu
saja. Begitu pula jika tongkatku ini tak mampu menembus salah satu dari lubang
telinganya, juga aku buang saja tengkoraknya itu," ujar lelaki tersebut tanpa
merasa bersalah sama sekali.
"Mengapa demikian?" tanya Hasan Al-Bashri. "Sebab, mereka adalah kepala
tengkorak dari orang-orang yang tak mau mendengarkan ilmu atau nasihat yang
benar. Selama hidupnya, mereka justru cenderung menyibukkan diri untuk memenuhi
kesenangan hawa nafsunya saja. Sehingga, ketika mereka mendengarkan ilmu atau
nasihat yang baik, mereka hanya menjadikan telinga mereka sebagai tempat lalu
lalangnya ilmu atau nasihat itu. Sama sekali tak menempel di benak mereka.
Telinga seperti itu, sama saja seperti tak mendengarkan ilmu atau nashihat al-haqq yang disampaikan
kepada mereka " jelas lelaki itu panjang lebar.
"Lalu, bagaimanakah cirinya telinga yang mau mendengar itu?" kembali
Hasan Al-Bashri bertanya kepada lelaki pirang itu. Lelaki itu kemudian berkata:
"Telinga yang mendengar itu dapat kuketahui manakala kutusukkan tongkatku ini
lewat lubang telinga dari tengkorak ini, maka tongkatku akan menembusnya dan
menancap tepat di bagian otaknya. Berarti, ketika mereka hidup dulu mau
mendengarkan ilmu dan nashihat al-haqq (nasihat tentang kebenaran) yang disampaikan
kepada mereka," ujar lelaki tersebut.
"Oleh karena itulah," lanjut lelaki pirang itu, "aku memperlakukan
tengkorak dari telinga yang mendengar itu dengan cara terhormat. Aku tak
segan-segan menciumnya dengan penuh rasa penghargaan dan
menanamnya kembali dengan baik."
Hasan Al-Bashri terpana mendengar penjelasan lelaki yang meneliti kepala
tengkorak manusia itu. Alangkah besarnya penghargaan Allah kepada manusia yang
berilmu dan mau mengamalkan ilmunya, atau orang yang mau mendengarkan nasihat
yang baik dan mempraktikkannya. Sehingga, ketika manusia itu sudah menjadi tengkorak sekalipun,
Allah masih memberikan tanda kepadanya.
Subhanallah, Mahasuci Allah Yang Maha Mendengar dan menganugerahkan
pendengaran kepada manusia agar dapat mendengar ilmu dan nasihat-nasihat yang
baik. Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang menggunakan telinga untuk
mendengarkan ilmu dan nasihat guna diamalkan dalam kehidupan di muka bumi ini.
Amin.
Disadur dari buku Mutiara
Hikmah, Kisah Para Kekasih Allah, karya Ummi Alhan Ramadhan
Mazayasyah, Penerbit Darul Hikmah