Showing posts with label ilmu sufi. Show all posts
Showing posts with label ilmu sufi. Show all posts

Seuntai Bait Pengorbanan di jalan Tuhan

Apakah pengorbanan di jalan ini ?,
di jalan ini adalah dengan mengorbankan apa yang paling dicintai,
termasuk ketidak relaanmu terhadap sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendakmu,
engkau telah mencintai ketidak relaan dengan begitu,
dan engkau menerima cinta dari ketidak relaanmu dengan kerelaanmu.

Dalam kemabukkan anggur harum suci dari cawan Maha Raja,
cinta dapat menjadi dua, bagai air dan minyak yang tak akan pernah bercampuran.
Cinta yang ini berkorban untuk setiap pengorbanan,
cinta yang itu berkorban untuk setiap ketakutan.
Cinta yang ini tak perduli kedekatan maupun kejauhan, cinta yang itu tak ada kerelaan atas setiap keadaan.
Cinta yang ini membawa kemerdekaan dalam keabadian, cinta yang itu berawal dan berakhir dengan perpisahan.

Berkorbanlah setiap saat, korbankan semua dan lupakan bekasnya,
 luka-luka dapat terobati dan terlewati, biarkan saja itu dengan ketidak pedulian,
abaikan pula semua bentuk kesementaraan,tukarkan semua itu dengan keabadian,
maka engkau akan mendapatkan seluruh alam raya dan menjadi bisu dalam kesaksian atas penyaksian.

Jangan nyatakan apa-apa !, engkau adalah sesuatu atau bukan siapa-siapa, itu adalah apa-apa, sesuatu yang dinyatakan dalam pernyataan, kenyataannya engkau hanyalah hamba(budak), dan jadilah seperti itu apa adanya, malu adalah sebagian dari iman, tanyakan dan renungkan saja, adakah malu dan cinta dalam setiap pernyataan dan diammu itu ?..  
Ya Rabb, ampuni kami atas setiap prasangka kami kepada Mu..

Windowsbie7 Bersiul Kecil Bermakna

Bahagiaku Untuk Kebersamaan

kepadamu saudara-saudariku
ku kisahkan kisahku,
kukabarkan sedihku,
ku bagikan bahagiaku kepadamu saudaraku,
ku anugerahkan cinta saudara kepada saudara lainnya
ku anugerahkan cinta saudari kepada saudari lainnya
seperti halnya air yang menyatu dalam tanah,
hujan yang turun ke bumi
ku anugrahkan perasaan cinta dan sayangku kepadamu saudaraku sebagai saudaraku
sesungguhnya para penyair adalah saudara bagiku
sesungguhnya para penyair adalah saudari bagiku
para pendusta kata adalah musuh bagiku,
dan para ulama guru bagiku
tiada hal lain yang perlu aku katakan kepadamu sudaraku
selain aku mencintaimu sebagai saudaramu

bersambung sajalah ya... :)

Tentang Ku

tentangku

aku……
hanya aku
ini aksaraku
ini tintaku
walau tak mengalun dengan merdu
biarkan aku lantunkan pilu

aku…..
pria biasa yg tak sempurna
pria biasa pelantun kata sederhana
pria yang selalu sendiri bukan bersama
pria yg slalu dilanda angan akan bersama
namun semua tak pernah nyata

aku…..
pria yg slalu dilanda sepi
pria yg slalu diterpa sunyi
pria yg slalu menyendiri
lantunkan aksara-aksara pelipur sunyi

aku…..
bukan pujangga terkemuka
bukan penyair yg pandai main kata
bukan dewa pembangkit aksara
bukan pangeran penebar pesona

aku….
hanyalah manusia biasa
yangg selalu ingin dicinta
namun tak ingin dipuja

aku…..
hanyalah ingin disayang
bukan menjadi yg terbuang
dan bukan menjadi pecundang

aku……
tak ada cinta tuk ku cinta
tak ada rindu tuk ku rindu juga
tak ada sayang tuk ku sayang dalam dunia

aku….
manusia yang selalu kesepian
manusia yg slalu merindukan kebersamaan
manusia yg slalu terpuruk rasa angan

bersambung..


Sumber

MENYERAH UNTUK JADI SEBUAH ALASAN

Inginku menangis saat ini
Inginku bersedih karena mu saat ini

Inginku berkata – kata secara rinci atas inginku

Inginku … Inginku … Dan ingin ku terus terucap dalam bibirku …

Mungkin saat ini kau bukanlah untukku

Saat ku ucapkan ku sukai mu dan ingin memilikimu

Kau mencoba berubah dalam sikap mungkin kurang aku mengerti

Memang kau telah ada yang memiliki
Memang kau yang aku kagumi

Namun bukan sikap acuh ini yang aku mau darimu …

Namun aku meminta padamu untuk menyayangiku
meski hanya sebuah batasan sebuah alasan ,
mungkin itu akan aku mengerti.

Aku tak menyuruh untuk kau putuskan dia

Aku tak meminta untuk kau memilihku dan memaksa harus

Aku tak berharap lebih jika itu harus keputusanmu

Aku hanya ingin kau selalu ada untuk aku

Hanya sebuah batasan ,,, itu saja, jika itu maumu …

Biar kau hanya sebuah alasan untuk menjadi teman selalu ada

Memang kau diamkan aku dalam arti sebuah batasan

Yakin ku kehadiran seseorang yang luar biasa akan datang padaku .

sikap yang membedakan
saat kau telah ada yang memiliki

salahku mengapa harus ku ungkap bahwa aku suka
akhirnya kepedean dan salah tingkah yang ada

kau seperti menunjukan “kamu bukan yang terbaik untuk aku”

kau malah menyuruhku untuk cari lah yang terbaik selain aku

mimpiku itu dirimu bukan dirinya

tolonglah jangan kau lukai hati untuk yang ke dua kalinya

sumber

Empat Isteri Kehidupan

Dalam banyak kesempatan, saya kerap disebut orang liar. Baik dari segi disiplin ilmu, maupun cara menjalani kehi­dupan, banyak rekan menyebut saya seenaknya saja ber­jalan ke mana saja saya suka tanpa mengenal batas. Demikian juga dengan hobi, ada yang menyebut saya liar. Salah satu sebabnya, karena saya memiliki hobi aneh: melayat. Sebab, inilah kelas pelatihan kehidupan yang tidak bisa ditandingi oleh kelas pelatihan lainnya. Kalau kelas pelatihan pada umumnya, hanya mengundang refleksi seba­gian orang, di depan orang meninggal hampir semua orang berefleksi.

Dalam rangkaian kehidupan yang penuh renungan seper­ti ini, saya bersyukur sekali kepada Tuhan karena pada suatu malam, seorang sahabat mengirimi saya e-mail yang berisi sebuah cerita sangat reflektif. Konon, di suatu waktu ada seorang kaya raya yang memiliki empat isteri. Di depan gerbang kematian, ia diberi kesempatan untuk mengajak hanya salah satu dari empat isterinya.

Pertama-tama ia panggil isterinya yang keempat. Maklum, ini yang paling muda, paling cantik, paling menawan, paling disayang, sekaligus menguras paling banyak uang. Dengan nada suara yang mengundang rasa kasihan, orang kaya yang


sudah renta ini bertanya: `Maukah engkau menemani aku sampai ke alam kematian?` Seperti disambar petir rasanya, ketika orang tua ini mendengar jawaban ketus isterinya yang keempat: `Ndak!`.

Kecewa dengan isterinya yang keempat, ia pun memang­gil isteri yang ketiga. Bisa dimaklumi, karena ini adalah isteri ranking ke dua dalam banyak hal. Belajar dari kegagalan sebelumnya, ia pun bertanya sambil memeluk mesra isteri ketiga: `Sudikah kamu menjadi pendampingku memasuki gerbang kematian?`. Yang ini jawabannya lebih sopan: `Maafkan kanda, saya hanya bisa mengantarmu sampai di sini`.

Menangis mengakhiri pengalaman kedua ini, ia pun tidak putus asa. Dipanggillah isteri yang kedua, tentu saja dengan pertanyaan dan permintaan yang sama. Isteri kedua ini men­jawab lembut: `Saya akan antar kanda, tapi hanya sampai di liang lahat`. Untuk ketiga kalinya, orang kaya yang meng­habiskan seluruh hidup dan keringatnya untuk mengum­pulkan kekayaan demi anak dan isteri ini, kecewa berat lagi.

Sehingga, yang tersisa hanya isteri pertama yang terkulai kurus, layu, lemah tanpa tenaga, dan kecantikannya sudah lama sekali memudar. Dengan pasrah orang kaya tadi ber­tanya dan meminta hal yang sama. Dan yang mengejutkan, kendati isteri pertama ini jarang diperhatikan, sering disakiti, dan paling sedikit mendapat uang, ia menganggukkan kepalanya tanda bersedia menemani sang suami sampai di dunia mana pun.

Saya tidak tahu, apakah cerita ini riil atau hanya karangan manusia semata. Yang jelas, ia menghadirkan refleksi yang sangat dalam. Isteri-isteri ini perilakunya sama serupa de­ngan empat isteri kehidupan. Isteri keempat adalah atribut- atribut yang kita perjuangkan, pertahankan dan kita man- jakan dengan banyak sekali tenaga. Ia bisa berupa jabatan, kekayaan materi, dan segala bentuk pembungkus badan kasar. Dan ketika kita mati, semuanya menjawab tidak ikut secara ketus kepada kita.

Isteri ketiga adalah badan kasar kita. Sebentuk badan yang juga dimanjakan banyak orang. Diberi makan yang enak. Diajak ke tempat-tempat indah. Hampir semua lubangnya kita puaskan semampunya. Dan ia hanya bisa mengantar kita sampai di tempat kita dijemput sang maut.

Isteri kedua adalah teman dan keluarga kita. Sebaik- baiknya mereka, hanya bisa menangis mengantar kita sam­pai di liang lahat. Isteri pertama yang sangat kurang dari perhatian kita, dan mendapat alokasi dana dan tenaga pa­ling sedikit, ia bernama sang jiwa. Dialah satu-satunya `isteri` yang menemani kita selamanya.

Titipan pertanyaan saya buat Anda: seberapa banyakkah dana dan tenaga yang telah kita alokasikan khusus buat sang jiwa?

Pengalaman dan pengamatan saya bahkan menunjukkan, dalam ketidaksadaran kolektif, kita sering malah menyiksa dan membuat sang jiwa menderita. Semua itu dilakukan, untuk memuaskan `isteri-isteri` yang lain. Sebut saja orang- orang yang berebut kekuasaan dengan segala cara. Atau mereka yang memuaskan pancaindranya tanpa rem yang memadai.

Hebatnya, kendati ia disiksa dan dibuat menderita, sang jiwa akan senantiasa ikut bersama kita. Dalam hidup mau­pun mati. Dalam suka dan duka. Di tengah pujian maupun makian, ia senantiasa setia menemani kita. Entah karena lupa, entah karena khilaf, secara kolektif kita sudah lama tidak peka akan getaran-getaran sang jiwa.

Ada orang yang menyebut bahwa bencana alam, keru­suhan, krisis yang tidak berhenti, adalah cermin dari marah- nya sang jiwa. Saya tidak berpendapat demikian, sang jiwa hanya bisa mengangguk terhadap kita. Ketika kita bilang bencana, ia mengangguk. Tatkala kita katakan rusuh, ia mengangguk. Mungkin sudah menjadi cirinya sejak dulu, kalau jiwa hanya bisa mengangguk.

Anda bebas memilih bagaimana Anda akan `tidur` ber­sama isteri pertama. Di tengah-tengah keterbatasan saya sebagai manusia, di tengah-tengah kritik orang tentang kekurangan saya, selalu saya usahakan untuk berbicara de­ngan sang jiwa. Tulisan ini pun, sebenarnya hanya pem­bicaraan saya bersama sang jiwa. Kebetulan Anda ada di sini, dan ikut mendengarkannya. Sebagaimana pendengar di kesempatan lain, hanya Andalah yang bisa memutuskan, dengan isteri mana Anda akan tidur.

*Penulis: Gede Prama, Penerbit: PT Elex Media Komputindo

Telinga yang Mendengar

"Sesungguhnya, aku menusukkan tongkatku ini ke lubang telinga mereka, tujuannya adalah untuk mengetahui kepala tengkorak yang mana ketika hidupnya menjadi ahli ilmu dan mana yang bukan"

Hasan Al-Bashri adalah salah seorang tokoh sufi yang lahir di Madinah dan besar di Bashrah. Ia bersahabat dengan banyak sahabat Rasulullah Saw. Di antaranya adalah Zaid bin Tsabit, juru tulis Rasulullah Saw. Sebagai seorang generasi tabi’in, Hasan Al- Bashri termasuk salah seorang yang dijuluki sebagai wali terbesar pada masanya.

Suatu ketika Hasan Al-Bashri mengisahkan sebuah pengalamannya yang cakup unik. Pada suatu hari, kisahnya, ia sedang berjalan-jalan. Pada saat itu, ia melintasi sebuah kuburan. Awainya, perjalanan itu biasa-biasa saja. Namun, ketika tatapannya mengarah ke sebuah kuburan, ia tertarik dengan sesuatu pemandangan yang luar biasa alias tidak wajar.

Hasan Al-Bashri segera menghentikan langkah kakinya dan membelokkan arah untuk masuk ke kawasan kuburan tersebut. Dari kejauhan, tampak olehnya seorang lelaki pirang tengah sibuk melakukan sesuatu di tanah pekuburan tersebut. Setelah mendekat beberapa langkah, Hasan Al-Bashri semakin terperangah melihat ulah lelaki pirang itu.

Lelaki pirang tersebut tengah asyik membongkar beberapa kuburan. Tampaknya, ia sedang melakukan sebuah penelitian. Ada beberapa kepala tengkorak manusia yang sudah ditemukannya dan dijejerkan di dekatnya. Satu per satu dari tengkorak itu diperhati­kan oleh lelaki tersebut. Namun, ada satu sikapnya yang cukup aneh di mata Hasan Al-Bashri. Yakni, ia menusukkan sebuah tongkat ke setiap lubang telinga para tengkorak tersebut.

Melihat tingkah aneh lelaki pirang itu, Hasan Al-Bashri mendekatinya. Tanpa mampu menyimpan rasa penasarannya lebih lama lagi, Hasan Al-Bashri langsung bertanya kepada lelaki pirang itu.

"Apakah yang tengah engkau lakukan? Aku melihat engkau menusukkan tongkatmu ke lubang telinga tiap-tiap kepala tengkorak itu, ada apa?" tanya Hasan Al-Bashri.

"Aku memang tengah membongkar beberapa kuburan. Apabila di antara mereka ada yang menjadi ahli ilmu selama hidupnya, maka aku menghormatinya dan ingin memperlaku­kannya dengan cara terhormat. Namun, jika sebaliknya, aku tak segan-segan untuk membuangnya begitu saja," ujar lelaki itu dengan santainya.

Kemudian ia melanjutkan. "Sesungguhnya, aku menusukkan tongkatku ini ke lubang telinga mereka, tujuannya adalah untuk mengetahui kepala tengkorak yang mana ketika hidupnya menjadi ahli ilmu, dan mana yang bukan."

"Apabila tongkatku ini mampu menembus kepala tengkorak ini dari lubang telinga yang satu ke lubang telinga yang lainnya, maka aku membuangnya begitu saja. Begitu pula jika tongkatku ini tak mampu menembus salah satu dari lubang telinganya, juga aku buang saja tengkoraknya itu," ujar lelaki tersebut tanpa merasa bersalah sama sekali.

"Mengapa demikian?" tanya Hasan Al-Bashri. "Sebab, mereka adalah kepala tengkorak dari orang-orang yang tak mau mendengarkan ilmu atau nasihat yang benar. Selama hidupnya, mereka justru cenderung menyibukkan diri untuk memenuhi kesenangan hawa nafsunya saja. Sehingga, ketika mereka mendengarkan ilmu atau nasihat yang baik, mereka hanya menjadikan telinga mereka sebagai tempat lalu lalangnya ilmu atau nasihat itu. Sama sekali tak menempel di benak mereka. Telinga seperti itu, sama saja seperti tak mendengarkan ilmu atau nashihat al-haqq yang disampaikan kepada mereka " jelas lelaki itu panjang lebar.

"Lalu, bagaimanakah cirinya telinga yang mau mendengar itu?" kembali Hasan Al-Bashri bertanya kepada lelaki pirang itu. Lelaki itu kemudian berkata: "Telinga yang mendengar itu dapat kuketahui manakala kutusukkan tongkatku ini lewat lubang telinga dari tengkorak ini, maka tongkatku akan menembusnya dan menancap tepat di bagian otaknya. Berarti, ketika mereka hidup dulu mau mendengarkan ilmu dan nashihat al-haqq (nasihat tentang kebenaran) yang disampaikan kepada mereka," ujar lelaki tersebut.

"Oleh karena itulah," lanjut lelaki pirang itu, "aku memperlakukan tengkorak dari telinga yang mendengar itu dengan cara terhormat. Aku tak segan-segan menciumnya dengan penuh rasa penghargaan dan menanamnya kembali dengan baik."

Hasan Al-Bashri terpana mendengar penjelasan lelaki yang meneliti kepala tengkorak manusia itu. Alangkah besarnya penghargaan Allah kepada manusia yang berilmu dan mau mengamalkan ilmunya, atau orang yang mau mendengarkan nasihat yang baik dan mempraktikkannya. Sehingga, ketika manusia itu sudah menjadi tengkorak sekalipun, Allah masih memberikan tanda kepadanya.

Subhanallah, Mahasuci Allah Yang Maha Mendengar dan menganugerahkan pendengaran kepada manusia agar dapat mendengar ilmu dan nasihat-nasihat yang baik. Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang menggunakan telinga untuk mendengarkan ilmu dan nasihat guna diamalkan dalam kehidupan di muka bumi ini. Amin.

Disadur dari buku Mutiara Hikmah, Kisah Para Kekasih Allah, karya Ummi Alhan Ramadhan Mazayasyah, Penerbit Darul Hikmah

Melukis Cinta Di Langit Kejujuran

Kejujuran adalah ruh dari cinta itu sendiri
Dia merupakan bahan dasar dari cinta itu sejatinya.

Kejujuran adalah sisi lain dari sisi cinta yang tak bisa kita hilangkan
Maka jika tak jujur, itu tanda dari kita tak cinta lagi…..

Disinilah kita harus menyelami samudra niat kita selama ini
Untuk apa kita menikah?
Untuk apa menikahinya?
Jujurlah pada nuranimu yang bening itu…
Agar jika niat kita selama ini salah
Selama ini tak jujur, bisa kita perbaiki, bisa kita bangun lagi dari titik nol
Titik penumbuhan cinta….!

Karena betapa banyak orang yang mengakhiri biduk rumah tangganya
Karena diawal mereka tak jujur….

Menikahi karena kecantikannya semata
Begitu datang yang lebih cantik menggodanya, ia jatuh, ia hancur, ia maksiat
Maka bubarlah rumah tangga itu…..!

Atau orang-orang yang menikah karena jabatan semata, karena melihat status social semata
Maka begitu jabatan itu hilang, maka begitu Allah mengujinya dengan kemiskinan..
Maka bubarlah rumah tangga itu..!!

Inilah potret mereka yang tak jujur pada niatnya.
Yang ada akhir yang tak menyenangkan diperjalanan sejarah rumah tangganya.

**Saatnya Melukis Cinta itu**

Jika kata adalah sepotong hati, maka ku ingin kata ini, yang terjalin dari huruf-huruf dalam nuraniku
Tuk menjadi doa….
Agar Allah selalu menghadirkan dihatimu
Tentang cintaku padamu duhai istriku sayang….
Agar pula kau tahu, bahwa selamanya aku mencintaimu.

Agar engkau selalu melihat binar cinta dimataku
Agar kau paham dan mengerti setiap kata yang kuucap untukmu adalah doa
Bahwa aku ingin selamanya dengan mu…
Beriringan saling mengenggam jemari, hingga langkah kita ke SurgaNya……!

Karena Cinta menurutku tak berwarna
ia menjadi jingga
sebagaimana kau memaknainya
ia pun menjadi kuning, biru, dan merah
sebagaimana kau menginginkannya

Karena Cinta bagiku tak ubahnya kumpulan narasi
tentang kejujuran dan keberanian
tentang kemarahan dan kasih sayang

Karena Cinta adalah lukisan yang unik dan tak terkatakan
sebab ia menenggelamkan kita pada angan-angan
dan pada mimpi yang abadi
dan cintaku padamu adalah surga yang tak bisa kumasuki jika tanpamu…….

Copast by Bapak Hamzah Al Mubarok Kepada Ibu Nurzubaidah