Saturday, October 27, 2012
Barangsiapa Yang Berhaji Tetapi Belum Berziarah Kepadaku, Maka Dia Telah Menjauhiku
Barangkali ada sebagian jema'ah haji kita yang pernah mendengar hadits tentang hal ini, lalu memaksakan diri untuk dapat berziarah ke kubur Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam sekalipun kondisinya berdesak-desakan. Padahal sebenarnya, yang dianjurkan Rasulullah adalah shalat di masjid beliau yang pahalanya amat besar dan hal itulah yang perlu diniatkan ketika akan datang ke Madinah. Baru kemudian, bila memungkinkan bagi jema'ah haji laki-laki bisa menyempatkan berziarah ke kubur Rasulullah sembari memberi salam kepada beliau dan dua orang shahabat beliau yang juga dikuburkan di situ.
Semoga saja, bagi pembaca yang kebetulan akan melaksanakan haji tahun ini atau ada keluarganya yang berhaji dan meyakini bahwa hadits yang berkenaan dengan hal ini adalah shahih, dapat mengetahui informasi ini atau menginformasikannya. "Maka, hendaklah yang hadir (membaca/menyaksikan) menyampaikan kepada yang ghaib."
Naskah Hadits
مَنْ حَجَّ وَلَمْ يَزُرْنِي فَقَدْ جَفَانِي
(Man Hajja Wa Lam Yazurnî Fa Qad Jafânî)
"Barangsiapa yang berhaji tetapi belum berziarah kepadaku, maka dia telah menjauhiku."
Imam as-Suyûthiy mengatakan,
"Hadits ini diriwayatkan oleh Ibn 'Adiy dan ad-Dâruquthniy di dalam kitabnya "al-'Ilal", Ibn Hibbân di dalam kitabnya "adl-Dlu'afâ`" serta al-Khathîb al-Baghdâdiy di dalam ktabnya "Ruwâtu Mâlik" dengan Sanad Dla'if (Lemah) Sekali dari Ibn 'Umar."
CATATAN:
Syaikh Muhammad Luthfiy ash-Shabbaq (penahqiq) buku ad-Durar al-Muntatsirah Fî al-Ahâdîts al-Musytahirah karya Imam as-Suyûthiy (buku yang kita kaji ini) berkata,
KUALITASNYA MAWDLU' (PALSU);
Silahkan lihat,
1. al-Maqâshid al-Hasanah Fî Bayân Katsîr Min al-Ahâdîts al-Musytahirah 'Ala al-Alsinah, karya as-Sakhâwiy, h.419
2. Tamyîz ath-Thayyib Min al-Khabîts Fîmâ Yadûr 'Ala Alsinah an-Nâs Min al-Hadîts, karya Ibn ad-Diba', h.165
3. Kasyf al-Khafâ` wa Muzîl al-Ilbâs 'Amma isytahara Min al-Ahâdîts 'Ala Alsinah an-Nâs, karya al-'Ajlûniy, Jld.II, h.262
4. al-Khulâshah Fî Ushûl al-Hadîts, karya ath-Thîbiy, tahqiq, Shubhiy as-Sâmurâ`iy, h.84
5. Mîzân al-I'tidâl, karya Imam adz-Dzhabiy, jld.IV, h.265
(SUMBER: ad-Durar al-Muntatsirah Fi al-Ahadits al-Musytahirah karya Imam as-Suyuthiy, tahqiq oleh Syaikh.Muhammad Luthfiy ash-Shabbagh, h.178, hadits no.411)
Perhiasan Dunia
Dijadikan indah pada
pandangan manusia kecintaan terhadap yang diinginkan: wanita-wanita, anak-anak,
harta yang bertumpuk dari jenis emas dan perak, kuda-kuda pilihan, binatang
ternak, dan sawah lading. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah
sajalah tempat kembali yang baik.
(Q.S. Ali Imran: 14)
Mengapa Allah
menggambarkan hal ini?
Bagaimanakah
sesungguhnya tabiat penciptaan manusia itu jika dikaitkan dengan kecintaannya
terhadap perhiasan dunia di atas?
Note: Kisah-kisah
besar sepanjang sejarah kehidupan manusia yang diwarnai berbagai gejolak dan
pertikaian, mulai skala individu hingga tataran kehidupan bernegara? Kisah
Qobil dan Habil, Perang Dunia I, Perang Dunia II, Perang Teluk I dan II
Apakah kecintaan
demikian itu salah? Bagaimanakah batasannya?
Bagaimana
resepnya agar manusia tidak terjerumus pada kecintaan terhadap perhiasan dunia
yang membinasakan?
Katakanlah: Maukah aku kabarkan kepadamu apa yang
lebih baik dari yang demikian itu? Bagi orang-orang yang bertakwa (tersedia) di
sisi Tuhan mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka
kekal di dalamnya, dan pasangan-pasangan yang suci, serta rida Allah. Dan Allah
Maha Melihat hamba-hamba-Nya. (Q.S. Ali Imran: 15)
Note: Ada sesuatu yang jauh lebih baik dari
kecintaan apa yang diinginkan manusia selama hidup di dunia: bertakwa kepada
Allah dengan imbalan surga dan keridaan-Nya. Siapakah orang yang bertakwa itu?
Bagaimana jalan meraihnya?
(Yaitu) orang-orang yang berdoa, Ya Tuhan kami,
kami benar-benar beriman, maka ampunilah dosa-dosa kami dan lindungilah kami
dari azab neraka. (Q.S. Ali Imran: 16) Note: Hanya orang yang
benar-benar beriman, sesungguhnya yang patut berharap diampuni dosa-dosanya,
dan hanya mereka yang diampuni dosa-dosanya yang patut berharap mendapatkan
perlindungan dari azab neraka.
(Juga) orang yang sabar, orang yang benar, orang
yang taat, orang yang menginfakkan hartanya, dan orang yang memohon ampunan
sebelum fajar. (Q.S. Ali Imran: 17)
Mengapa Allah
bisa menegaskan hal demikian? Mengapa Allah bisa mengatakan bahwa ada sesuatu
yang jauh lebih baik dari sekadar kecintaan terhadap perhiasan dunia? Mengapa
Allah berani memberikan balasan berupa surga dengan segala kenikmatannya? Apa
yang Allah jaminkan, kalau sekiranya memang dibutuhkan adanya jaminan?
Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan selain Dia;
(demikian pula) para malaikat dan orang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak
ada tuhan selain Dia, Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (Q.S. Ali Imran: 18)
Muqowwimat Itsbat Wujudud Dakwah
“Dan siapkanlah untuk
menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang
ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentar kan musuh Allah, musuhmu
dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahhuinya, sedang Allah
mengetahui-Nya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan
dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya." (Q.S. 8:60)
Ada
seorang Al Akh akan pergi haji, meminta nasehat lebih dulu kepada saya.Saya
katakan kepadanya haji itu merupakan bagian dari Ibadah lainnya yang kesemuanya
dalam rangka “Faaqim wajhaka liddieni
hanifa”.
Seluruh Ibadah kita sangat tergantung kepada tawajjuh (orientasi) kita terhadap dien
secara lurus hanif. Pertama-tama
tentu saja kita harus memiliki tawajjuh aqidi dalam setiap ibadah kita.
Orientasi aqidah
atau menghadapnya kita secara aqidi. Dalam ibadah haji direflesikan dalam
kalimat Labbaika Allahumma labbaik,
Labbaika la syarikalaka labbaik. Kita menolak segala sambutan terhadap
panggilan selain Allah. Dan bila harus menyambut panggilan istri, anak,
tetaplah dalam kerangka menyambut panggilan Allah atau dengan kata lain Lillah/Karena
Allah. Karena kita sudah menegaskan:
Labbaika laa syarikalaka labbaik innal hamda wani’mata laka wal mulk laa syarikalah.
Aku sambut panggilan MU ya Allah tak ada sekutu bagi-Mu sesungguhnya segala puji,
kenikmatan dan kekuasaan ada ditanganMu. tak ada sekutu bagi-Mu.
Setelah tawajjuh aqidi, tawajjuh yang kedua adalah
tawajjuh syar’i. Dalam beribadah kita harus memperhatikan
orientasi syar’i, ini karena Allah bukan saja menurunkan a’daa melaikan juga syir’atan
wa min hajan dan dalam melangkah atau
beribadah, kita harus melalui koridor tsb.
Misalnya khudzuu ‘anni manasikakum dalam
haji dan shallu kama roaitumuni ushalli
sholat. Sejalan dengan itu tentunya juga terfleksi dalam hal jihad atau bisa
diparalelkan: jaahidu kama roaitumuni
ujaahid.
Tawajjuh yang ketiga, tawajjuh
amaliyah (menghadap atau berorientasi pada Allah dan Al-Islam dalam
beramal. Artinya kita harus “wa’aiddu mastatho’tum min kuwwah. Segala potensi secara operasianal harus dihimpun
dan digabung secara syumul ( integral)
dan takamul (terpadu) agar bisa merealisir
tugas-tugas dan kewajiban-kewajiban dari Allah. Karena segala tugas dan
kewajiban dari Allah tidak bisa kita persiapkan secara juz’iyah (parsial). Misalnya untuk sholat kita harus lebih dulu
wudhu dan untuk wudhu tentu saja harus ada air. Kemudian untuk sholat harus syatrul aurat (menutup
aurat) jadi harus
ada baju dan mukena. Lalu agar dengkul kita bisa tegak dan kuat ketika sholat,
kita butuh makan lebih dulu. Jadi ada kesyumuliyahan
dalam adaa’ish sholah.
Ketiga tawajjuh
tersebut, tawajjuh aqidi, syar’i dan amali harus selalu ada terhimpun secara
sekaligus di setiap ibadah yang kita lakukan. yang jelas kita harus senantiasa
mempersiapkan segala sarana dan prasarana serta potensi agar tugas-tugas dari
Allah swt dapat kita kerjakan secara
baik karena Allah telah menyuruh kita mengerahkan segenap potensi kekuatan “Waa’idduLahum mastatho’tum minquwwah” (Q.S.
8:60) disinilah letak ke syumuliyahan dan ketakamulliyahannya.
Ikhwah Fillah,
dalam lanjutan ayat tersebut (Q.S 8:60) ditegaskan oleh Allah swt., Bila kamu
tidak disiplin tidak wala’ tidak menggantungkan diri kepada Allah dan tidak
taat kepadaNya juga kepada Rasul-Nya dan Ullil Amri maka “Iyyaka turhibkum waya’thi bi kholqinjadid wamaa
dzalika Allalahi Aziz: Bila Allah menghendaki tak ada sulitnya bagi
Allah untuk
meliquidir,menghapus generasi yang tidak disiplin dan membangkang ini menjadi kaum
yang marjinal dan berada diemperan-emperan dakwah. Padahal seyogyanya kita menjadi
pelaku-pelaku dakwah dan sejarah. Bukan sekedar penonton belaka.
Ayat-ayat yang
serupa dan senada dengan itu begitu banyak dalam Al-Qur’an ”Wamaa dzalika
allaihi Aziz” dan hal yang demikian bukan sesuatu yang besar bagi Allah. Kenapa
banyak? Kesemuanya tak lain sebagai peringatan
bahwa segala sesuatunya menjadi begitu tak berarti bila komitmen atau ketergantungan
kita kepada Allah, Rasul dan Ulil amri merosot.
Seperti misalnya dalam
Qur’an surat 5:54, artinya “ Hai orang-orang yang beriman, barang siapa
di antara kalian murtad dari agama Allah maka Allah gantikan dengan suatu kaum yang dicintai Allah dan
mereka mencintai-Nya, lemah lembut terhadap mukmin, tegas terhadap orang kafir,
berperang di jalan Allah dan tidak takut celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah,
diperuntukkan-Nya bagi siapa yang kehendaki-Nya. Dan Allah maha luas pemberian-Nya
lagi maha mengetahui.”
Al jihadu maadhin ila yaumil qiyamah, jihad akan terus berlangsung sampai hari
qiyamat,kata imam Syahid. Addakwah akan terus berjalan bina au ghairina, dengan
atau tanpa kita. Kita ikut atau tidak dengan dakwah dan jihad, akan selalu ada
orang atau generasi lain yang ditunjuk oleh Allah untuk melaksanakan-Nya karena
memang dakwah atau jihad tidak bergantung kepada suatu individu atau kaum.
Dari dulu ada
orang-orang yang futur, insilakh, dibantai, dipenjarakan dsb tetapi dakwah
tetap saja besar. Ketika dulu dakwah sedang digebuk di Mesir seperti air
digebuk, muncratnya kemana-mana. Termasuk ke Indonesia, Amerika, dan Eropa
serta seluruh dunia. Mula-mula muncratnya dari emperan-emperan Mesir, kini
orang-orang yang dari Mesirnya
sendiri langsung datang kesemua negri. Jadi karena dakwah dan jihad adalah
proyek Allah maka
ia akan tetapa eksis bina au ghairina,
dengan atau tanpa kita.
Masalah optimisme
ini penting sebab sekarang banyak godaan
kepada kita. Mengapa kita begini-begini saja, diam-diam saja sementara
si ini bermanuver, sianu bermanuver. Kalau kita saat ini bersifat seperti ini
belum melakukan manuver-manuver yang berarti, semata-mata karena manhajatud da’watina dan bukan karena
kita takut.
Hal ini merupakan
Ihtiyajatul Marhalah. Jadi bukan masalah
takut enggak takut, melainkan karena kebutuhan marhalah kita saat ini adalah
seperti ini dulu. Kita juga siap untuk melakukan marhalah-marhalah berikutnya. Bermanuver
seperti yang dilakukan Bintang Pamungkas sebetulnya juga merupakan bagian dari
Fikhu Dakwah asalkan memang terprogram.
Hal seperti itu pernah
dilakukan Abdulah Bin Mas’ud ketika masih di Mekkah. Ia berniat
melakukan manuver
berupa pembacaan Al-Qur’an di hadapan orang-orang Quraisy. Mula-mula
sahabat-sahabatnya melarangnya, tetapi setelah bermusyawarah akhirnya membolehkannya.
Bacaan Al-Qur’an
Ibnu Mas’ud memang sangat indah dan merdu sehingga Rasulloh menyamakannya
dengan bacaan Qur’an Malaikat Jibril. Abdullah bin Mas’ud pun membaca surat Ar
Rahman dan orang-orang Quraisy sempat terkesima mendengarkannya. Namun begitu
mereka sadar bahwa itu ayat Al Qur’an mereka pun ramai-ramai memukuli Ibnu
Mas’ud hingga babak belur dan akhirnya pulang kerumah dengan digotong oleh
kawan-kawannya.
Hebatnya Ibnu
Mas’ud masih berucap “Wallahi kalau kalian izinkan, Aku akan pergi lagi ke sana
dan membacakan Al-Qur’an “ tetapi semuanya mencegah: Sudah… sudah cukup yang
penting mereka sempat geger … heboh.”
Jadi memang ada fikhu
dakwahnya, manuver seperti itu. Syaratnya harus muncul dulu syaksiyah barizah atau
sosok pribadi yang berpengaruh sehingga kemunculannya menimbulkan goncangan
atau kehebohan di kalangan musuh. Kalau belum berpengaruh, belum termashur
sudah memaksakan diri akan terbentur sana sini kan kasihan.
Allah swt
memperingatkan kita bahwa ketika implementasi aqidah kita secara moral dalam
bentuk loyalitas (Q.S. 5:55) dan operasional dalam bentuk mentati Allah dan
Rosul-Nya (Q.S. 4:69) merosot maka mudah saja bagi Allah (wamaadzalika alallahi
bi Aziz) untuk menggantikan kita dengan orang lain atau generasi lain (Q.S. 5:54)
Selain itu
adalagi dalam surat 6:133 Allah itu maha kaya sumber segala kasih sayang, jika
Allah menghendaki kalian dihapus, maka akan digantikan dengan generasi
sesudahmu sebagaimana kamu telah menggantikan generasi sebelummu. Diisyaratkan
pergantian kaum itu terjadi jika suatu kaum atau bangsa sudah ingkar,
menyimpang atau melampai batas maka akan digantikan dengan yang labih baru dan
lebih baik.
Generasi baru
yang harus melahirkan generasi yang lebih baik dan membanggakan karena
Rasulullah ingin membanggakan umatnya di atas umat-umat yang lain tidak serta
merta terkait dengan banyaknya anak melainkan mutu atau kualitas generasi. Hal
itu bisa berarti generasi yang banyak dan membanggakan, namun bisa pula
generasi yang sedikit dan membanggakan, karena
nashul hadits “fainni mubahi bikumul umam“
Seandainya pun
yang ditunjuk adalah kalimat nashul hadits yang lain ”Fainni mukatsirun bikumul umam “ tetap saja
tidak bisa diartikan serta merta sebagai berbanyak-banyakan karena kata mukatsirun dalam bahasa arab, seperti
misalnya dalam surat At Takatsur, adalah membanggakan.
Visi jamaah juga
visi Islam dalam hal soal anak adalah silahkan banyak dan boleh juga sedikit
asalkan membanggakan, tiga orang anak pun sudah terkatagori katsir.Bila sanggup melahirkan 12 atau
18 dan semuanya membanggakan Alahamdulilah.tetapi bila hanya dapat melahirkan 2 atau 3, banggakanlah apa yang
sudah diberikan oleh Allah kepada kita.
Anak adalah rizki
dari Allah swt. kita tidak bisa mengukur atau mematoknya, yang penting generasi
baru yang kita lahirkan adalah yang membanggakan. Sehingga kembali ke
pembahasan kita di awal jangan sampai nanti kita disisihkan oleh Allah bahkan
boleh jadi bukan hanya secara fisik (Q.S 17:85-86) tetapi juga ditilik dari
segi hidayah, ilmu pengetahuan,
dan fikhu da’wah bila kita menyimpang pasti Allah akan menghapus hidayah itu
dari kita.
Jadi bahaya
likudasi itu bukan hanya secara fisik tetapi juga dari segi-segi yang lainnya,
misalnya bisa saja secara fisik kita tidak dilikuidasi oleh Allah, tetapi
hidayah, ilmu, manhaj, tashowwur fikroh kita yang dilikuidasi oleh-Nya, bila
kita tidak konsisten pada nilai-nilai kebenaran.
Oleh sebab itu
Ikhwan fillah, saya mencoba mengingatkan kita semua akan pesan Ustadz Musthofa
Mansyur tiga tahun yang lalu. Beliau berbicara tentang DHOMANATUL BAQO’ bahwa
komitmen kita terhadap arkanul bai’ah adalah jaminan eksistensi
keberadaan kita di dalam dakwah. Suatu gerakan politik bila diterjemahkan
sebagai sebuah gerakan dakwah
baru bisa eksis dan survive bila memiliki muqowimat yang disebut MUQOWWIMA
ITSBAT WUJUDUD DA’WAH:
1. Memiliki
prinsip yang kokoh yang disebut RUSUKHUL MABDA. Aqidah kita jelas
memiliki prinsip-prinsip yang kokoh.
2. Memiliki visi
yang jelas.
3. Mempunyai
konsep yang aplikatif. Minhaj kita yang berasal dari Qur’an memberikan
pada kita
konsep SYIR’ATAN WA MINHAJAN yang disebut juga sebagai konsep
yang aplikatif dan qobilit tanfidz.
yang aplikatif dan qobilit tanfidz.
4. Memiliki
kader-kader yang mumpuni.
5. Memiliki
organisasi yang efektif atau TANDZIMUN FA’AL.
Mmang Jama’ah bukan
sebuah oganisasi, tetapi Jamaah menggunakan
sistem organisasi untuk menata sistem
organisasi.
6. Memiliki DA’AM
SYA’BI atau dukungan masyarakat.
7. Mempunyai kemampuan
ekonomi yang berkembang.
8. Dukungan
birokrat.
9. Dukungan
tentara.
Friday, October 26, 2012
Jangan Pernah Lelah Beramal
"Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan),
kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain".
(Q.S. Al Insyirah: 7)
Ayyuhal Ikhwah rahimakumullah.
Tidak dipungkuri lagi dalam pandangan kita sebagai kader
dakwah bahwa tabiat seorang mukmin sejati adalah
berbuat, berbuat dan terus berbuat. Sehingga seluruh
waktunya selalu diukur dengan produktivitas amalnya. Ia
tidak akan pernah diam karena diam tanpa amal menjadi
aib bagi orang beriman. Seorang mukmin akan terus
mencermati peluang-peluang untuk selalu berbuat. Maka
perlu kita ingat dalam sanubari yang paling dalam bahwa
'nganggur' dapat menjadi pintu kehancuran. Tidaklah
mengherankan banyak ayat maupun hadits yang memotivasi
agar selalu berbuat dan berupaya untuk menghindari diri
dari sikap malas dan lemah. Malas dan lemah berbuat
dianggap sebagai sikap dan sifat buruk yang harus
dijauhi orang-orang beriman.
Mengingat tugas dan tanggung jawab yang kita emban
sangat besar dan masih banyak agenda yang menanti untuk
diselesaikan maka segeralah untuk menyiapkan diri
menunaikannya. Rasanya perlu dicamkan dalam benak
pikiran kita akan nasehat syaikh Abdul Wahab Azzam:
'Pikiran tak dapat dibatasi, lisan tak dapat dibungkam,
anggota tubuh tak dapat diam. Karena itu jika kamu tidak
disibukan dengan hal-hal besar maka kamu akan disibukan
dengan hal-hal kecil'.
Oleh karena itu Rasulullah SAW. segera memberangkatkan
para sahabat dalam ekspedisi militer yang beruntun
sesudah Badar untuk meminimalisir konflik internal yang
amat mungkin terjadi lantaran berhenti sesudah amal
besar.
Ayyuhal ikhwah rahimakumullah.
Setiap kesempatan yang diberikan kepada seorang mukmin
maka setiap saat itu pula ada satu kaedah perintah
secara implisit untuk dapat mengukir prestasi dirinya.
Agar apa yang dilakukannya dengan berputarnya waktu
mampu disesuaikan dengan tuntutan zaman dan kapabilitas
rijal-nya. Seperti kaedah dakwah yang memaparkan,
'setiap dakwah ada marhalah (tahapan)nya dan setiap
marhalah ada tuntutannya dan setiap tuntutan ada
orangnya'.
Sangat mudah untuk dipahami bila setiap waktu ada
tuntutannya maka kita mesti menyelaraskan diri agar
sesuai dengannya. Tuntutan ini selaras dengan amanah
yang diembankan kepada kita saat ini. Dan dalam
pandangan Islam setiap amanah merupakan sesuatu tugas
yang tidak boleh dikhianati atau diabaikan hingga tidak
dapat menunaikannya dengan baik. Inilah kesempatan emas
bagi kita untuk mengukir ukiran terindah dalam hidup
kita secara personal maupun kolektif agar kita mampu
memberikan cermin indah bagi orang lain ataupun generasi
berikutnya. Inilah saat yang tepat bagi kita mengukir
prestasi. Pergunakanlah sebaik-baiknya agar kita
memiliki investasi besar dalam dakwah ini.
Ayyuhal ikhwah rahimakumullah.
Kita telah mafhum bahwa kemarin kita telah memaksimalkan
tadhiyah untuk jihad siyasi. Dan kitapun telah
mengetahui balasan yang diberikan Allah atas upaya
maksimal kita. Namun bukan berarti kita telah selesai
dalam amal jihadiyah ini. melainkan kita menindak
lanjuti prosesi amal ini. Agenda besar yang dapat kita
lakukan adalah:
Pertama, Recovery tarbiyah, maksudnya adalah
mengembalikan iklim tabawi seperti semula yang
menanamkan sikap komitmen pada Islam sikap kekokohan
maknawi dan militansi nilai-nilai dakwah. Begitu pula
tentang apakah perjalanan liqa tarbawinya sebagaimana
perjalanan di waktu normal. Memang kita akui bahwa saat
kemarin perjalanan liqa tarbawi ini sedikit mengalami
'gangguan'. Juga kondisi ruhaniyah dan moral para kader
dakwah yang selalu menjadi pijakan dasar bagi para kader
apakah dalam kondisi prima ataukah sebaliknya. Sehingga
aktivitas yang biasa dilakukan melalui mabit-mabit dapat
dikerjakan atau jalasah ruhiyah yang selalu diagendakan
bagi akhwat dan lainnya. Hal ini tentu berdasarkan pada
pandangan bahwa tarbiyahlah yang menjadi pijkan dakwah
kita sehingga aktivitas ini harus segera diin'asy
(disegarkan) kembali.
Ayyuhal ikhwah rahimakumullah.
Kedua, Taushi'atut Tajnid (Ekspansi Rekrutmen), sesudah
banyak orang yang berhimpun dalam barisan dakwah ini
maka kita harus memberikan hak tarbiyah mereka. Apalagi
mereka pun sesungguhnya sangat menanti kehadiran kader
dakwah untuk bisa membina diri mereka dan menjadikan
mereka sebagai bagian dari mesin besar dakwah ini. Pada
waktu yang lalu rekrutmen kader terbatas pada satu pintu
tertentu, yakni kalangan akademisi. Di hari ini
segmentasi rekrutmen sudah sangat beragam. Sehingga para
junud dakwah ini harus dapat mengantisipasi untuk
memperluas wilayah pembinaan di berbagai kalangan.
Orang-orang yang telah berhimpun itu secara tidak
langsung mengandung tanggung jawab untuk membina mereka
menjadi kader yang sesunguhnya.
Ayyuhal ikhwah rahimakumullah.
Ketiga, Ta'amuq Dzaty, memperdalam kualitas dan
kemampuan diri. Sudah kita ketahui bahwa semakin banyak
amanah yang dipercayakan umat kepada kita maka harus
semakin meningkat kualitas dan kemampuan kita untuk
dapat menunaikannya. Dan sekarang amanah yang diserahkan
kepada kita pun dengan urusan yang beragam. Sehingga
kita pun selayaknya memperdalam kemampuan kita untuk
dapat menyelesaikan urusan orang banyak yang beragam
itu.
Ayyuhal ikhwah rahimakumullah.
Keempat, Taqwiyatu Billah, memperkokoh hubungan dengan
Allah SWT. yang dapat menjadikan diri kita mampu dan
kuat tidak lain karena hubungan yang kuat pula pada
Allah SWT. sehingga kita tidak boleh mengabaikan
amal-amal yang menghantar diri kita ke arah itu. Dan
amaliyah ini sedapat mungkin menjadi harian kader yang
selalu menghias pada jiwa dan raganya. Semoga Allah
senantiasa memberikan kekuatan kepada diri kita untuk
dapat melaksanakan tugas-tugas yang kita emban hari ini.
Amien. Wallahu 'alam bishshawab.
"Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan
Rasul-Nya serta orang-orang mu'min akan melihat
pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada
(Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata,
lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu
kerjakan". (Q.S. At Taubah: 105).
kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain".
(Q.S. Al Insyirah: 7)
Ayyuhal Ikhwah rahimakumullah.
Tidak dipungkuri lagi dalam pandangan kita sebagai kader
dakwah bahwa tabiat seorang mukmin sejati adalah
berbuat, berbuat dan terus berbuat. Sehingga seluruh
waktunya selalu diukur dengan produktivitas amalnya. Ia
tidak akan pernah diam karena diam tanpa amal menjadi
aib bagi orang beriman. Seorang mukmin akan terus
mencermati peluang-peluang untuk selalu berbuat. Maka
perlu kita ingat dalam sanubari yang paling dalam bahwa
'nganggur' dapat menjadi pintu kehancuran. Tidaklah
mengherankan banyak ayat maupun hadits yang memotivasi
agar selalu berbuat dan berupaya untuk menghindari diri
dari sikap malas dan lemah. Malas dan lemah berbuat
dianggap sebagai sikap dan sifat buruk yang harus
dijauhi orang-orang beriman.
Mengingat tugas dan tanggung jawab yang kita emban
sangat besar dan masih banyak agenda yang menanti untuk
diselesaikan maka segeralah untuk menyiapkan diri
menunaikannya. Rasanya perlu dicamkan dalam benak
pikiran kita akan nasehat syaikh Abdul Wahab Azzam:
'Pikiran tak dapat dibatasi, lisan tak dapat dibungkam,
anggota tubuh tak dapat diam. Karena itu jika kamu tidak
disibukan dengan hal-hal besar maka kamu akan disibukan
dengan hal-hal kecil'.
Oleh karena itu Rasulullah SAW. segera memberangkatkan
para sahabat dalam ekspedisi militer yang beruntun
sesudah Badar untuk meminimalisir konflik internal yang
amat mungkin terjadi lantaran berhenti sesudah amal
besar.
Ayyuhal ikhwah rahimakumullah.
Setiap kesempatan yang diberikan kepada seorang mukmin
maka setiap saat itu pula ada satu kaedah perintah
secara implisit untuk dapat mengukir prestasi dirinya.
Agar apa yang dilakukannya dengan berputarnya waktu
mampu disesuaikan dengan tuntutan zaman dan kapabilitas
rijal-nya. Seperti kaedah dakwah yang memaparkan,
'setiap dakwah ada marhalah (tahapan)nya dan setiap
marhalah ada tuntutannya dan setiap tuntutan ada
orangnya'.
Sangat mudah untuk dipahami bila setiap waktu ada
tuntutannya maka kita mesti menyelaraskan diri agar
sesuai dengannya. Tuntutan ini selaras dengan amanah
yang diembankan kepada kita saat ini. Dan dalam
pandangan Islam setiap amanah merupakan sesuatu tugas
yang tidak boleh dikhianati atau diabaikan hingga tidak
dapat menunaikannya dengan baik. Inilah kesempatan emas
bagi kita untuk mengukir ukiran terindah dalam hidup
kita secara personal maupun kolektif agar kita mampu
memberikan cermin indah bagi orang lain ataupun generasi
berikutnya. Inilah saat yang tepat bagi kita mengukir
prestasi. Pergunakanlah sebaik-baiknya agar kita
memiliki investasi besar dalam dakwah ini.
Ayyuhal ikhwah rahimakumullah.
Kita telah mafhum bahwa kemarin kita telah memaksimalkan
tadhiyah untuk jihad siyasi. Dan kitapun telah
mengetahui balasan yang diberikan Allah atas upaya
maksimal kita. Namun bukan berarti kita telah selesai
dalam amal jihadiyah ini. melainkan kita menindak
lanjuti prosesi amal ini. Agenda besar yang dapat kita
lakukan adalah:
Pertama, Recovery tarbiyah, maksudnya adalah
mengembalikan iklim tabawi seperti semula yang
menanamkan sikap komitmen pada Islam sikap kekokohan
maknawi dan militansi nilai-nilai dakwah. Begitu pula
tentang apakah perjalanan liqa tarbawinya sebagaimana
perjalanan di waktu normal. Memang kita akui bahwa saat
kemarin perjalanan liqa tarbawi ini sedikit mengalami
'gangguan'. Juga kondisi ruhaniyah dan moral para kader
dakwah yang selalu menjadi pijakan dasar bagi para kader
apakah dalam kondisi prima ataukah sebaliknya. Sehingga
aktivitas yang biasa dilakukan melalui mabit-mabit dapat
dikerjakan atau jalasah ruhiyah yang selalu diagendakan
bagi akhwat dan lainnya. Hal ini tentu berdasarkan pada
pandangan bahwa tarbiyahlah yang menjadi pijkan dakwah
kita sehingga aktivitas ini harus segera diin'asy
(disegarkan) kembali.
Ayyuhal ikhwah rahimakumullah.
Kedua, Taushi'atut Tajnid (Ekspansi Rekrutmen), sesudah
banyak orang yang berhimpun dalam barisan dakwah ini
maka kita harus memberikan hak tarbiyah mereka. Apalagi
mereka pun sesungguhnya sangat menanti kehadiran kader
dakwah untuk bisa membina diri mereka dan menjadikan
mereka sebagai bagian dari mesin besar dakwah ini. Pada
waktu yang lalu rekrutmen kader terbatas pada satu pintu
tertentu, yakni kalangan akademisi. Di hari ini
segmentasi rekrutmen sudah sangat beragam. Sehingga para
junud dakwah ini harus dapat mengantisipasi untuk
memperluas wilayah pembinaan di berbagai kalangan.
Orang-orang yang telah berhimpun itu secara tidak
langsung mengandung tanggung jawab untuk membina mereka
menjadi kader yang sesunguhnya.
Ayyuhal ikhwah rahimakumullah.
Ketiga, Ta'amuq Dzaty, memperdalam kualitas dan
kemampuan diri. Sudah kita ketahui bahwa semakin banyak
amanah yang dipercayakan umat kepada kita maka harus
semakin meningkat kualitas dan kemampuan kita untuk
dapat menunaikannya. Dan sekarang amanah yang diserahkan
kepada kita pun dengan urusan yang beragam. Sehingga
kita pun selayaknya memperdalam kemampuan kita untuk
dapat menyelesaikan urusan orang banyak yang beragam
itu.
Ayyuhal ikhwah rahimakumullah.
Keempat, Taqwiyatu Billah, memperkokoh hubungan dengan
Allah SWT. yang dapat menjadikan diri kita mampu dan
kuat tidak lain karena hubungan yang kuat pula pada
Allah SWT. sehingga kita tidak boleh mengabaikan
amal-amal yang menghantar diri kita ke arah itu. Dan
amaliyah ini sedapat mungkin menjadi harian kader yang
selalu menghias pada jiwa dan raganya. Semoga Allah
senantiasa memberikan kekuatan kepada diri kita untuk
dapat melaksanakan tugas-tugas yang kita emban hari ini.
Amien. Wallahu 'alam bishshawab.
"Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan
Rasul-Nya serta orang-orang mu'min akan melihat
pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada
(Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata,
lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu
kerjakan". (Q.S. At Taubah: 105).
Subscribe to:
Posts (Atom)